TEMPO.CO, Sumenep - Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, melarang warga menjual tanah mereka kepada orang yang tidak dikenal. Larangan itu disebarkan melalui forum bahtsul masail dan kelompok-kelompok pengajian.
"Sudah tiga bulan sosialisasi larangan ini berjalan," kata Sekretaris PCNU Sumenep Abdul Warits, Senin, 14 Desember 2015.
Menurut Warits, untuk mensosialisasikan larangan itu, NU Sumenep membentuk tim khusus dari kalangan aktivis muda NU bernama Front Nahdiyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam. "Larangannya tidak kaku, kalau bisa tanah dijual kepada saudara atau orang yang dikenal saja."
Maklumat itu muncul, menurut Warits, setelah mendapat laporan pengurus ranting di kecamatan bahwa sejumlah tanah pertanian telah berubah menjadi pertambakan, seperti di Kecamatan Saronggi. Setelah diusut, tidak satu pun warga sekitar yang tahu siapa pembeli tanah itu. "Bahkan di Kecamatan Gapura, ada tanah yang akan dibangun tempat pemandian, tapi ditolak warga dan kepala desa."
Sebelum penguasaan orang luar terhadap tanah meluas, NU merasa perlu melakukan proteksi dini dengan meminta warga berhati-hati melepas tanahnya kepada orang lain. “Demi menjaga kedaulatan atas kekayaan alam Sumenep.”
Yang dimaksud dengan “orang luar” adalah orang-orang dari luar Sumenep, termasuk perusahaan dalam negeri, tapi dimodali dan dikendalikan oleh asing. "Kekayaan alam Sumenep harus sepenuhnya dinikmati warga Sumenep."
Ketua Komisi I DPRD Sumenep yang membidangi pertanahan, Darul Hasyim Fath, menilai larangan itu bisa berakibat pada dunia investasi. "Sumenep butuh investasi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat."
Darul memahami larangan NU itu sebagai upaya menjaga kelestarian kearifan lokal. Namun, kata dia, larangan tidak selayaknya disampaikan secara serampangan sehingga tercipta harmoni antara kearifan lokal dan investasi. "Saya mendukung tugas NU menjaga etika dan moral masyarakat, tapi tidak boleh anti perubahan."
MUSTHOFA BISRI