TEMPO.CO, Jakarta - Empat dari 10 calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, 14 Desember 2015, menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum DPR. Mereka adalah Sujanarko, Alexander Marwata, Johan Budi Sapto Pribowo, serta Saut Situmorang.
"Kami akan menanyakan sejauh mana pemahaman mereka tentang tindak pidana korupsi," kata Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsudin saat dihubungi Tempo. Uji kelayakan dan kepatutan akan digelar secara terbuka pukul 10.00-21.00 WIB.
Empat calon akan dites satu per satu, masing-masing selama dua jam. Sujanarko, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi KPK, akan menjadi yang pertama melakukan tes. Busyro Muqodas, yang tak hadir dalam tes pembuatan makalah, menjadi pemilik nomor urut 10.
Tes akan dilakukan hingga Rabu, 16 Desember 2015. Setelah tes berakhir, pada hari yang sama, Komisi III akan langsung menentukan lima calon pemimpin KPK terpilih. Sepuluh calon yang masuk uji kelayakan di DPR adalah Saut Situmorang, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Agus Rahardjo, Sujarnako, Johan Budi Sapto Pribowo, dan Laode Muhammad Syarif. Dua nama lain, Busryo Muqoddas dan Robby Arya Brata, diseleksi pada tahun lalu saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sementara, Taufiequrahman Ruki, sebelumnya mengungkapkan kekhawatirannya atas kekosongan pemimpin di lembaga antirasuah. Ruki beralasan pemimpin KPK Periode 2011-2015 itu berakhir masa tugasnya pada 16 Desember. "Lebih cepat lebih baik," kata Ruki di kompleks Senayan, Jakarta, 3 Desember 2015.
Ruki mengatakan tak ikut serta dalam proses seleksi. Dia bersama pemimpin lain hanya memberi masukan kepada panitia seleksi tentang kriteria calon pemimpin KPK yang dibutuhkan.
Di tengah proses seleksi pada awal Oktober lalu, muncul rencana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Rencana yang akan diubah itu, antara lain fungsi KPK lebih pada pencegahan, bukan penindakan korupsi, pembatasan masa tugas KPK, pembatasan kerugian negara minimal Rp 50 miliar, mengangkat Dewan Pengawas, penghapusan kewenangan penuntutan, penyelidik KPK yang harus atas usulan kepolisian dan kejaksaan, penyadapan yang harus seizin ketua pengadilan negeri, serta pemberian kewenangan penghentian penyidikan.
Muncul pula kekhawatiran adanya upaya pelemahan lembaga KPK. Namun Kepala Staf Presiden Teten Masduki meredam kekhawatiran itu. Menurut dia, jika revisi itu nantinya melemahkan KPK, Presiden Joko Widodo berjanji akan menghentikan pembahasannya.
EGI ADYATAMA