TEMPO.CO, YOGYA- - Naik turun peraihan suara dan kisruh di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diteliti oleh Husnan Bey Fananie. Dari penelitian itu, ia meraih gelar doktor Ilmu Agama Islam dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu 12 Desember 2015.
Judul disertasi S3 ini adalah Dinamika Partai Islam Kontemporer di Indonesia: Studi Kasus Partai Persatuan Pembangunan Tahun 1009-2014. Dua promotor adalah Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain dan Prof. Dr. Bambang Cipto M.A.
Baca Juga:
"Kepemimpinan di PPP tidak bisa membangun koherensi kelembagaan yang baik," kata Husnan saat ujian terbuka di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Sabtu 12 Desember 2015.
Situasi tersebut ditandai dengan munculnya faksi-faksi di internal partai, sehingga muncul pandangan yang beragam dalam menentukan sikap politik dan arah kebijakan partai.
Pada kepemimpinan Hamzah Haz maupun Suryadharma Ali, PPP belum mampu menciptakan koherensi partai. Ini ditandai dengan masih munculnya konflik internal yang tidak mampu terselesaikan dengan baik.
Penundaan Muktamar V telah menyebabkan sebagian elit PPP keluar dan mendirikan partai baru. Sementara perbedaan pandangan berkaitan dengan arah koalisi PPP dalam pemilihan presiden 2014 juga melahirkan dualisme kepemimpinan, yaitu PPP versi Muktamar Surabaya dan versi Jakarta.
Bahkan pada kenyataannya, saat ini dua kepemimpinan PPP masih terjadi. Yaitu versi Djan Faridz dan versi Romahurmuziy.
Dua versi kepemimpinan PPP ini pun masih berseberangan dalam koalisi. Djan masuk dalam koalisi merah putih sedangkan Romahurmuziy cenderung menempel pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo.
Husnan menemukan kultur pesantren ikut mempengaruhi kepemimpinan PPP. Sementara itu perubahan politik nasional menuntut agar pengelolaan institusi PPP bersifat terbuka, rasional, organis dan modernis. Kultur kepemimpinan PPP yang terkontaminasi oleh budaya tradisional yang terbawa oleh sejarah antropologinya, tampaknya tidak efektif dalam meningkatkan pelembagaan politik partai. Sehingga pelembagaan bersifat diskoherensial. Keterpatahan lembaga partai yang rasional progresif terhambat oleh kultur yang non progresif dan sentralitas berbasis karisma.
Penguji menanyakan obyektivitas promovendus ini. Sebab, ia merupakan salah satu bagian yang diteliti. Karena dia merupakan salah satu pengurus partai politik ini.
"Saya mengesampingkan subyektivitas," kata Husnan.
Dalam penelitian itu, ia menemukan, telah terjadi dis-kontinyu atau keterpatahan dalam transformasi kebijakan PPP. Kondisi ini menyebabkan kebijakan partai tidak mampu ditransformasikan kepada struktur partai di bawah. Pola rekruitmen kepemimpinan yang berasal dari unsur kader masih bersifat alamiah dan sporadis. Selain itu, pola rekruitmen kepemimpinan tidak didasarkan atas mekanisme jenjang kaderisasi, melainkan rekruitmen yang berasal dari unsur non-kader yang bersifat transaksional.
Husnan Bey merupakan Duta Besar Azerbaijan yang sudah diajukan oleh Presiden Joko Widodo. Ia juga telah lolos uji fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Salah satu penguji Nur Ihcwan menanyakan soal kepemimpinan Surya Dharma Ali yang dianggap gagal oleh peneliti. Namun dijawab oleh promovendus bahwa itu adalah penelitian yang sangat valid dari berbagai nara sumber dari internal partai.
Iskandar Zulkarnain, sang promotor menyatakan, belum ada calon doktor yang meneliti tubuh partai politik. Husnan merupakan doktor ke 484 di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
"Baru ini ada yang mau menelanjangi partai pokitik," kata dia.
Muh Syaifullah