TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menilai penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF) VIII harus dievaluasi. Pasalnya, penyelenggaraan BDF tahun ini tak lagi dihadiri para kepala negara maupun Menteri Luar Negeri dari negara-negara sahabat di kawasan.
"Yang pasti virus demokrasi perlu disebarkan dan setiap negara perlu saling berbagi pengalaman terkait demokrasi," kata Hikmahanto, ketika dihubungi Jumat 11 Desember 2015. Forum ini memang dimulai di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi forum dimana negara-negara demokrasi saling berbagi pengalaman mengelola transisi di negara masing-masing.
Hikmahanto menyesalkan sepinya minat negara tetangga untuk mengirim delegasi yang representatif pada BDF tahun ini. Pada tahun-tahun sebelumnya, forum ini selalu dihadiri kepala negara maupun Menteri Luar Negeri. Untuk pertama kalinya tahun ini, Presiden Indonesia absen dalam BDF.
"(Tahun ini yang datang--) Paling tinggi menteri dan kebanyakan adalah duta besar. Saya kurang tahu apa maknanya? Apakah negara yang diundang kurang berminat lagi?" katanya.
Hikmahanto menduga pemerintah kurang berusaha memastikan kehadiran pejabat setingkat kepala negara atau kepala pemerintahan untuk datang. "Saya tidak tahu apakah Presiden Jokowi kurang berkomitmen (menyelenggarakan BDF--)," katanya lagi.
Bali Demokrasi Forum VIII diselenggarakan di Bali dan usai hari ini, Jumat 11 Desember 2015. Hadir perwakilan dari 89 negara dan tiga organisasi internasional. Tetapi tidak terlihat kepala negara maupun menteri luar negeri dari setiap negara yang hadir.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengaku absennya delegasi yang representatif di BDF disebabkan oleh padatnya agenda internasional, seperti Konferensi Perubahan Iklim di Paris, Prancis, yang memang masih berlangsung. "Ini membuat menteri-menteri tersebut tidak dapat menghadiri BDF kali ini," katanya.
ARKHELAUS W