TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan bayi di Kabupaten Nduga, Papua mati secara misterius. Namun Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan bahwa itu bukan wabah. Ia mengatakan bahwa Kementerian sudah mengirimkan tim investigasi ke sana. Hasilnya, kematian misterius puluhan bayi itu disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat. "Ada masalah lingkungan juga di daerah itu," katanya di kantor Kementerian Kesehatan, Jumat, 11 Desember 2015.
Menurut Nila tim investigasi yang dikirim terdiri dari petugas Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pertahanan, TNI, polisi, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten, serta satgas Kaki Telanjang. Dari penelusuran tim itu, diketahui bahwa gaya hidup masyarakat Nduga kurang sehat. Masyarakat setempat tinggal di dalam rumah honai yang tidak memiliki ventilasi udara. Rumah honai yang luasnya sekitar 7 meter persegi rata-rata dihuni oleh 14 orang. Masyarakatnya juga biasa menyalakan perapian di dalam rumah yang kurang memiliki sirkulasi udara itu untuk melawan hawa dingin. Akibatnya, keluarga, juga balita menghirup asap yang dihasilkan perapian.
Tim juga menemukan bahwa warga juga kekurangan air bersih. Sebagian warga terpaksa mengkonsumsi air yang tidak bersih. "Airnya sangat kotor, langsung dipakai minum, dan juga minum ternak sekaligus," katanya.
Kondisi makin parah ketika bahan makanan di sana juga tidak memadai. "Tanaman di sekitar daerah itu rusak. Jadi mereka kekurangan pangan," katanya.
Nila memastikan kasus kematian puluhan bayi di Kabupaten Nduga Papua bukan karena wabah. Nila awalnya khawatir 35 balita yang meninggal antara bulan Oktober hingga Desemnber 2015 itu akibat wabah atau virus dari hewan. Pihaknya sudah mendeteksi apakah ada virus flu babi, atau flu burung yang menjadi penyebab kematian di daerah itu. Babi dan unggas memang menjadi salah satu hewan ternak di kawasan itu. "Tapi setelah kami cek, semua negatif," katanya.
Hasil tim investigasi di Nduga menyebutkan bahwa ada 38 kematian di tujuh kampung selama periode Oktober hingga Desember 2015. Mereka terdiri dari 35 balita dan 3 dewasa. Selama melakukan investigasi, tim juga melakukan pengobatan, memberikan pelayanan imunisasi dan makanan tambahan. Dari hasil pemeriksaan diketahui 90 persen penduduk menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Menurut Nila, Kementerian Kesehatan sudah melakukan respon cepat penanggulangan pertusis di Kecamatan Mbuwa dan Kecamatan Bulmiyalma, Kabupaten Nduga. Saat ini Kementerian juga telah menyiapkan program flying health care, mendorong pemberian makanan tambahan bagi balita, ibu hamil, serta menempatkan tenaga kesehatan melalui program Nusantara Sehat. Kementerian juga melakukan koordinasi dengan lintas sektor untuk membangun perumahan yang layak, ketersediaan air bersih, kemandirian pangan, serta pendidikan. Saat ini, kata Nila, tim dari Kementerian Kesehatan sudah kembali ke Jakarta. Namun tim dari dinas kesehatan setempat masih terus memantau perkembangan kesehatan masyarakat di Kabupaten Nduga.
Sementara itu anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Nihayatul Wafiroh, menilai kinerja Menteri Nila lamban dalam mengatasi kematian misterius puluhan bayi di Papua. Menurutnya, kematian bayi itu sudah diberitakan sejak pertengahan tahun lalu, tapi tak ada perubahan yang berarti. Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa itu menuturkan Kementerian mendapat kenaikan anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara paling banyak, yaitu sebesar 5,05 persen yang senilai Rp 109 triliun. Dengan uang sebanyak itu, kata dia, bukan hal yang susah untuk menjangkau dan mengatasi persoalan kematian bayi di Dunga, Papua.
Ia memberikan tenggat satu pekan ke depan kepada Kementerian Kesehatan untuk memperbaiki kondisi kesehatan anak-anak dan masyarakat di sana. "Ini masalah nyawa banyak orang, warga Indonesia yang harus segera dilindungi," ujar Nihayatul..
MITRA TARIGAN | LARISSA HUDA