TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan bahwa medan berat untuk menuju ke Kabupaten Nduga, Papua, menjadi penyebab lambannya penanganan kasus kematian misterius puluhan bayi di sana. Menurutnya tempat yang sulit dijangkau cukup merepotkan upaya-upaya bantuan ke sana. Seperti pemberian makanan tambahan, yang harus dilakukan secara bertahap. "Susah ya 2 ton, mesti pelan-pelan," katanya, Jumat, 11 Desember 2015.
Nila mengatakan bahwa sebenarnya ada semacam rumah sakit di Nduga, tapi lokasinya jauh dari tempat bayi-bayi yang ditemukan meninggal tersebut. "Mohon dimengerti, kami maunya dekat dengan masyarakat, tapi kalau masyarakatnya terpisah-pisah seperti itu, apa yang bisa kami lakukan," ujarnya.
Menurut Nila ada sejumlah faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya kematian bayi secara misterius itu. Salah satunya adalah adanya kekurangan pangan pada warga di Kecamatan Mbuwa, Kabupaten Nduga. Karena faktor cuaca ekstrim di Jayawijaya yang sanggup membuat embun menjadi beku. "Tanaman jadi rusak," katanya
Menurutnya, Kementerian Kesehatan telah menyiapkan solusi untuk mencegah terulangnya kematian bayi di Kabupaten Nduga dengan mengaktifkan lagi program flying health care. "Dalam APBN 2016 kami masukkan," katanya. Nila berujar bahwa program ini sebenarnya dahulu pernah ada di Kementerian Kesehatan tapi karena satu dan lain hal, program ini dihentikan. Beberapa bantuan juga telah diberikan ke wilayah tersebut seperti imunisasi dan pemberian makanan tambahan bagi para balita.
Ketika ditanyakan apakah ada kemungkinan untuk melakukan evakuasi warga ke lokasi yang lebih baik, Nila menjawab bahwa hal itu sulit dilakukan karena warga belum tentu bersedia. "Sukunya mau enggak dievakuasi? Enggak gampang," ia menjelaskan.
Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Nihayatul Wafiroh, mengkritisi kinerja Menteri Kesehatan dalam mengatasi kematian misterius puluhan bayi di Papua. "Hingga saat ini, Kemenkes belum bisa memetakan penyebab kematian bayi yang telah terjadi di Dunga, Papua," kata Nihayatul kemarin.
Menurut Nihayatul, kematian bayi itu sudah diberitakan sejak pertengahan tahun lalu, tapi tak ada perubahan yang berarti. Ia bahkan menyebutkan ada banyak versi jumlah kematian bayi. Ada yang menyebutkan sudah mencapai 71 kematian bayi. Melihat tak ada pergerakan yang signifikan, Nihayatul menilai Kementerian kurang merespons bencana kematian itu.
Ia pun kecewa karena Kementerian bahkan belum memiliki data pasti korban meski beralasan hal itu karena daerah tersebut sulit dijangkau. Namun, menurut Nihayatul, alasan itu mengada-ada. "Ini menunjukkan buruknya kinerja Kemenkes," ujarnya.
DIKO OKTARA