Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hari Hak Asasi Manusia, Buruh Rumahan & Perlindungan Kerja  

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Aktivis HAM Kontras melakukan aksi demo di Bundaran HI, Jakarta, 10 Desember 2015. Aksi tersebut guna memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang jatuh setiap tanggal 10 Desember. TEMPO/Subekti
Aktivis HAM Kontras melakukan aksi demo di Bundaran HI, Jakarta, 10 Desember 2015. Aksi tersebut guna memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang jatuh setiap tanggal 10 Desember. TEMPO/Subekti
Iklan

TEMPO.COYogyakarta - Wahyu Widiastuti menunjukkan tas kain perca hasil jahitannya. Buruh rumahan ini datang bersama 42 buruh jahit tas untuk menuntut perlindungan hak pekerja dan upah layak. Mereka berhimpun dalam Perkumpulan Buruh Rumahan Kreatif Bunda.

Setidaknya ada 100 buruh rumahan dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yang mempunyai tuntutan yang sama. Mereka melakukan aksi deklarasi bersamaan dengan Hari Hak Asasi Manusia yang diperingati setiap 10 Desember. Aksi itu dilakukan di Monumen Serangan Umum 1 Maret pada 10 Desember 2015. Mereka di antaranya adalah buruh jahit sepatu, tas, dan buruh gendong.

Wahyu, 35 tahun, merupakan buruh yang mengerjakan jahitan tas di rumah sejak tahun 2008. Ia bekerja di sebuah usaha rumahan bernama Dimas Batik di Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret. Ibu dua anak ini berpenghasilan kecil. Satu tas yang ia kerjakan hanya mendapat upah Rp 2.000. Dalam satu bulan penghasilan yang ia terima Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu. "Kalau pesanan tas sepi pendapatan bisa kurang dari itu," kata Wahyu.

Dia yang bekerja sejak 2008 menyatakan harus menanggung ongkos produksi dari membuat tas jahitan itu. Misalnya, ongkos benang jahit Rp 12 ribu. Sedangkan upah yang diterima masih jauh dari layak. Dalam tiga hari, Wahyu ditargetkan untuk merampungkan 20 tas. Jam kerja rata-rata per hari sembilan jam. Tas-tas hasil jahitan Wahyu dan buruh lainnya dipasarkan di Pasar Beringharjo Yogyakarta, Jakarta, Bali, dan Kalimantan.

Wahyu menyatakan, selain upah yang jauh dari layak, buruh rumahan tidak mendapatkan cuti haid, jam istirahat tak menentu, serta tak punya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. "Ketika kami kena jarum saat menjahit, kami harus keluar duit untuk ongkos berobat," kata Wahyu.

Ia berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap nasib buruh rumahan. Misalnya, adanya pengakuan bahwa pekerja rumahan adalah buruh yang harus mendapat perlindungan sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Sesuai aturan itu, buruh berhak mendapatkan haknya di antaranya cuti haid, cuti hamil, jaminan kesehatan, dan keselamatan kerja.

Pemilik usaha rumahan Dimas Batik, Ngatini, mengatakan, di tempatnya terdapat 20 buruh perempuan yang bekerja membuat tas. Keuntungan usaha itu per tahun Rp 5 juta. "Kami usaha skala kecil yang masih sulit untuk memberikan upah sesuai harapan buruh," kata Ngatini. Namun Ngatini berharap akan ada perbaikan kondisi buruh rumahan. Ia juga mendukung buruh rumahan yang bekerja di usahanya berhimpun dalam serikat pekerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anggota Jaringan Advokasi Perlindungan Pekerja Informal, Arsih, menyayangkan pemerintah yang belum meratifikasi konvensi organisasi buruh internasional atau International Labour International Nomor 177 tahun 1996. Dampaknya adalah buruh rumahan di Indonesia belum masuk kategori pekerja dan kebijakan yang ada belum melindungi buruh rumahan. Mereka mengalami ketidakadilan, seperti belum punya kesepakatan dalam perjanjian kerja bersama secara tertulis dengan pemilik usaha. "Buruh rumahan tak mempunyai posisi tawar karena status tak jelas. Upah mereka juga rendah," kata Arsih.

Jaringan Advokasi Perlindungan Pekerja Informal mencatat jam kerja buruh rumahan rata-rata 10-12 jam per hari. Mereka juga tak mempunyai jaminan sosial, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, tak punya perlindungan apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, dan belum banyak yang berserikat.

Di DIY setidaknya terdapat 8.500 buruh rumahan yang tersebar di Bantul dan Sleman. Sedangkan di Jawa Tengah terdapat 6.500 pekerja rumahan. Sebagian besar merupakan ibu rumah tangga yang bekerja membordir, menjahit, membuat tas perca, menjahit sepatu, dan menjahit sarung tangan.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, Arif Noor Hartanto, yang datang pada aksi deklarasi buruh rumahan itu meminta pemerintah terus memenuhi hak jaminan sosial, misalnya BPJS kesehatan bagi buruh rumahan. "Pemerintah secara nasional hendaknya juga mengakui buruh rumahan seperti pekerja lainnya yang dijamin hak-haknya," katanya.

SHINTA MAHARANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

2 hari lalu

Ratusan perempuan mengikuti event lari Mbok Mlayu di Kota Yogyakarta pada Hari Kartini 2024. Dok.istimewa
Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

Para perempuan di Yogyakarta memperingati Hari Kartini dengan lomba lari dan jalan kaki, serta membuat pameran lukisan.


Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

5 hari lalu

Kampung Wisata Purbayan Kotagede Yogyakarta. Dok. Istimewa
Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.


Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

16 hari lalu

Alat Peraga Manual Pump di Kampung Kerajinan Taman Pintar Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.


Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

20 hari lalu

Karcis parkir yang diberi tempelan jasa titip helm di Kota Yogyakarta. (Dok: media sosial)
Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.


BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

40 hari lalu

Wisatawan mengunjungi objek wisata Pantai Parangkusumo di Bantul, DI Yogyakarta, Jumat 1 Januari 2021. Pascapenutupan kawasan wisata pantai selatan Yogyakarta pada malam pergantian tahun baru, pengunjung memadati kawasan tersebut untuk menghabiskan libur tahun baru meskipun kasus COVID-19 di Yogyakarta terus meningkat. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.


Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

46 hari lalu

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara simbolik melakukan penutupan TPA Piyungan pada awal Maret 2024. TPA Piyungan selama ini menampung sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. (Dok. Istimewa)
Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

Penutupan TPA Piyungan diharapkan bakal menjadi tonggak perubahan dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.


Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

48 hari lalu

Sejumlah karya industri kreatif dipamerkan di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) di Yogyakarta.  (Dok. Istimewa)
Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

Yogyakarta memiliki unsur 5K yaitu Kota, Korporasi, Komunitas, Kampung dan Kampus, yang jadi modal mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif.


Bersama Baznas, Berkolaborasi Menghimpun Potensi Zakat

53 hari lalu

Bersama Baznas, Berkolaborasi Menghimpun Potensi Zakat

Baznas hingga saat ini telah melakukan kolaborasi penuh dengan Lembaga Amil Zakat


Mengenal Tradisi Selasa Wagen, Hari Saat Pedagang Malioboro Beristirahat dan Bersih Bersih

56 hari lalu

Tradisi Selasa Wagen yang meliburkan para pedagang di kawasan Malioboro Yogyakarta untuk bersih bersih kawasan kembali digelar Selasa (27/2). (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Selasa Wagen, Hari Saat Pedagang Malioboro Beristirahat dan Bersih Bersih

Selasa Wagen di kawasan Malioboro berlangsung setiap 35 hari sekali merujuk hari pasaran kalender Jawa.


Jurus Yogya Lestarikan Aksara Jawa, Gelar Sekolah Khusus di Seluruh Kampung

22 Februari 2024

Salah satu peserta saat mengikuti pembelajaran pawiyatan aksara Jawa di Kota Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Jurus Yogya Lestarikan Aksara Jawa, Gelar Sekolah Khusus di Seluruh Kampung

Pawiyatan aksara Jawa ini digelar serentak di 30 kampung mulai 20 Februari hingga 5 Maret 2024 di Kota Yogyakarta.