TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, meminta Kejaksaan Agung dan Polri "jemput bola" untuk menangani kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Apalagi Presiden Joko Widodo sudah merespons keras kasus tersebut. Jokowi murka karena namanya dicatut untuk meminta jatah saham PT Freeport Indonesia.
Luhut berpendapat bahwa aparat penegak hukum bisa bertindak tanpa menunggu adanya laporan atau aduan. Sebab, kasus itu bukan termasuk delik aduan. Kejaksaan Agung juga telah menyatakan kasus itu merupakan pemufakatan jahat. "Novanto harus hati-hati, sama Riza, dan Freeport," kata Ruhut saat dihubungi Tempo, Selasa, 8 Agustus 2015.
Baca Juga:
Karena itu, menurut Luhut, sidang etik atas Setya Novanto bisa dilanjutkan ke ranah hukum. Pasalnya, isi percakapan yang ada pada rekaman pertemuan antara Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan bos Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin bisa mengarah pada subversif atau makar. "Bahaya itu omongan, belum lagi mengatakan sinting dan sebagainya," ujarnya.
Ruhut menuturkan Presiden Joko Widodo merupakan simbol negara. Dengan demikian, pencatutan nama Presiden merupakan hal yang di luar batas. "Tega sekali Setya Novanto dan Riza Chalid berkata demikian," tuturnya. Ruhut meminta Setya Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemarin, Jokowi menunjukkan kemarahannya di Istana Negara saat dimintai komentar terkait dengan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. "Saya tidak apa-apa dikatain presiden gila, presiden sarap, presiden koppig, ndak apa-apa. Tapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen itu yang saya tidak mau," ucap Jokowi.
Amarah Presiden Joko Widodo terkait dengan isi rekaman Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk permintaan jatah saham dalam upaya perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Menurut Presiden Jokowi, pencatutan nama tersebut tidak bisa ditoleransi sama sekali karena menyangkut kepatutan dan wibawa negara.
AHMAD FAIZ