TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mencurigai ada kepentingan asing di balik kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hasto meminta kasus yang menjerat Setya Novanto dilihat secara jernih mengingat di balik kasus itu, ada upaya untuk memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia sebelum waktu ditetapkan.
Menurut Hasto, sebaiknya semua pihak belajar dari pengalaman sejarah. Ia mengingatkan, di masa lalu, berbagai cara dilakukan pihak asing untuk menguasai kekayaan alam Indonesia. Hasto mengaitkan hal ini dengan lengsernya presiden pertama Indonesia, Sukarno.
SIMAK: Asal Mula 'Papa Minta Saham'
"Sejak dulu kita lihat bagaimana Bung Karno dilengserkan ketika ada proses-proses untuk menguasai sumber kekayaan alam bangsa. Sejarah itu (lengsernya Bung Karno) bisa terulang," kata Hasto di Jakarta, Minggu, 6 Desember 2015.
Hasto turut mempermasalahkan langkah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang merekam pembicaraannya dengan Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid. Dia menilai rekaman tersebut ilegal. "Ketika direktur perusahaan asing merekam secara sepihak, harus dilihat sebagai sebuah preseden. Harus dilihat betul motif penegakan hukum atau motif kepentingan bisnis itu sendiri," kata Hasto.
SIMAK: Riwayat Emas di Papua
Hasto menengarai ada upaya-upaya untuk memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia sebelum waktu yang ditetapkan. Kontrak Freeport akan habis pada 2021. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, pembicaraan renegosiasi kontrak baru bisa dilakukan pada 2019.
"Saya melihat seluruh persoalan-persoalaan ini tidak terlepas dari pertarungan kepentingan ketika ada upaya-upaya dari pihak tertentu untuk memperpanjang kontrak PT Freeport sebelum waktunya," katanya.
SIMAK: Papa Minta Saham: 3 Sebab Riza Chalid Bisa Diseret ke MKD
Hasto menyatakan pihaknya sependapat dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa pembahasan tentang PT Freeport hanya bisa dilakukan pada 2019. "Itu sesuai dengan ketentuan UU Minerba, jadi harus kita jaga. Namun ketika ada pihak-pihak yang kemudian mencoba melakukan negosiasi dengan menggunakan kekuatan politiknya tentu saja ini kurang bisa dibenarkan," tuturnya.
Ia juga menyatakan, sebagai bangsa yang besar hendaknya jangan sampai terpecah-belah hanya karena kepentingan-kepentingan bisnis yang kemudian menggunakan kekuatan-kekuatan politik.
WDA | ANTARA