TEMPO.CO, Makassar -- Kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran dan keluarga berencana di Rumah Sakit Umum Daerah Sulawesi Barat menyeret dua tersangka baru.
"Hasil pengembangan keduanya patut dimintai pertanggungjawaban secara hukum," kata Muliadi, juru bicara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, kemarin.
Kedua tersangka merupakan pejabat rumah sakit, masing-masing berinisial AM dan MR. Muliadi menolak menjelaskan secara detail peran kedua tersangka. Menurut dia, keduanya terlibat dalam proses pelaksanaan pengadaan sehingga mengakibatkan kerugian negara.
Menurut Muliadi, penyidik akan segera mengagendakan pemeriksaan saksi untuk lebih memperdalam bukti dan peran kedua tersangka. "Jadwal pemeriksaan sementara disusun oleh tim penyidik," kata dia.
Sebelumnya, kasus ini telah menyeret enam tersangka. Empat tersangka adalah Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Sulawesi Barat, Suparman; pejabat pembuat komitmen, Ramadhan; Direktur PT Khitan Fadhillah Pratama selaku rekanan, Misran; dan kuasa Direktur PT Khitan Suwardy Kusnadin. Mereka telah divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mamuju, Sulawesi Barat.
Adapun dua tersangka lain adalah ketua panitia pengadaan, Catur Prasetyo, dan seorang broker proyek Abdul Gafur. Mereka sedang menjalani proses persidangan. Pengacara kedua terdakwat ini, Andi Muliadi, mengatakan proses sidang masih berlangsung sehingga kliennya belum bisa dinyatakan bersalah atau tidak.
Dia mengatakan telah menyiapkan bukti-bukti untuk membela kedua terdakwa. "Kita lihat saja hasilnya seperti apa," kata Muliadi. Para tersangka dinilai telah bekerjasama mengatur harga peralatan senilai Rp 5,4 miliar itu.
Modusnya adalah harga alat kesehatan ini digelembungkan sehingga menjadi lebih mahal. Selain itu, produk yang disediakan terindikasi tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak kerja. Serta adanya dokumen fiktif seolah-olah pekerjaan sesuai kontrak.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Barat kerugian negara dalam kasus itu sebesar Rp 1,95 miliar.
Muliadi meyakini dapat membuktikan kesalahan para tersangka. Apalagi sebelumnya hakim telah menyatakan tersangka lain bersalah. "Putusan hakim juga menjadi bukti atas perbuatan tersangka."
AKBAR HADI