TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan Antikorupsi Indonesia menuntut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto meminta maaf dan turun dari jabatannya. Mereka menilai beredarnya rekaman percakapan Setya Novanto terkait dengan permintaan jatah saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah meresahkan masyarakat.
"Kami prihatin dengan dugaan skandal rendah etika dan moral kepemimpinan pejabat publik akhir-akhir ini," ujar Koordinator Perempuan Antikorupsi Indonesia Taty Apriliyana saat menyampaikan surat terbuka di Taman Surapati, Jakarta, Minggu, 6 Desember 2015.
Taty mengatakan tindakan tersebut telah mempermalukan dan mencoreng kehormatan lembaga tinggi negara tersebut. Dengan demikian, tindakan itu, kata dia, tidak cukup hanya diselesaikan secara politik dan hukum. Namun perlu juga diselesaikan secara moral. "Biar bagaimanapun ini merendahkan moral dan martabat bangsa," ucapnya.
Taty mengatakan apa yang dilakukan Setya Novanto memberikan teladan terburuk seorang pemimpin publik bagi bangsa Indonesia dan generasi penerus bangsa. "Seorang pemimpin yang tidak memiliki integritas, ia tidak lagi layak menjadi panutan siapa pun, apalagi panutan bagi wakil rakyat," katanya.
Politikus Golkar yang juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, tengah menjadi pemberitaan beberapa hari belakangan ini. Namanya terseret dalam kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo, seperti yang terungkap dalam transkrip rekaman percakapan antara Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Percakapan itu menyangkut perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, yang akan berakhir pada 2021. Setya Novanto juga terseret kasus lain, yaitu intervensi terhadap Pertamina.
ABDUL AZIS