TEMPO.CO, Malang - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menilai Piala Adipura kategori kota besar untuk Kota Malang sebagai sebuah kontroversi. Penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut dianggap tak melalui penilaian secara detail dan melihat persoalan tata kelola lingkungan secara utuh.
"Masyarakat yang berinteraksi langsung dengan lingkungan tak dilibatkan," kata Dewan Daerah Walhi Jawa Timur, Purnawan D. Negara, Jumat, 4 November 2015.
Baca Juga:
Menurut Purnawan, baiknya penataan Kota Malang hanya terlihat di permukaan. Yang terjadi adalah, kata dia, sejumlah taman di Kota Malang dibebani dengan taman bermain anak. Sehingga taman tak lagi menjadi ruang terbuka hijau tetapi berubah wajah menjadi taman bermain anak.
"Ruang terbuka hijau memang ada fungsi sosial, tapi seharusnya tak semua taman diberi beban taman bermain anak," ujarnya.
Seharusnya, Walhi berpendapat, untuk memberi hiburan bagi masyarakat dan anak-anak, pemerintah menyediakan taman rekreasi. Ini seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Ruang bahwa pemerintah menyediakan taman rekreasi seluas 10 hektare yang dua persennya berfungsi untuk penyerapan air.
Purnawan juga menilai pemerintah Kota Malang tak kreatif menata taman. Taman dilihat secara estetika tanpa melihat faktor lingkungan. Dia mencontohkan sejumlah taman dilengkapi bunga plastik warna-warni dan pohon beringin dicat warna warni. "Penataan taman sebatas birokratik belum biokratis," ujarnya.
Wali Kota Malang Mochamad Anton menerima Piala Adipura pada pekan lalu. Piala diarak keliling Kota Malang disambut pasukan kuning dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Anton mengaku bangga dengan keberhasilan membawa pulang Piala Adipura. "Piala Adipura didedikasikan untuk semua warga Malang," katanya.
EKO WIDIANTO