TEMPO.CO, Garut - Satgas Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu Provinsi Jawa Barat, kembali memasang portal besi di kaki Gunung Api Guntur yang berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut. Pemasangan portal ini menyusul karena maraknya kembali galian pasir ilegal di sekitar kaki Gunung Guntur.
Padahal sebelumnya, galian pasir di kawasan Cagar Alam ini telah dilakukan penutupan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, pada April 2015 lalu. Pada saat itu sebanyak 18 buah portal dipasang di jalan keluar masuk menuju lokasi tambang.
“Portal yang sekarang lebih kuat, tidak akan roboh kalau ditabrak truk juga,” ujar Kasubdit Penataan Hukum dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Asep Bayu, di lokasi pemasangan portal, Kamis, 3 Desember 2015.
Pemasangan portal ini melibatkan ratusan personil keamanan dari Polda Jabar, Polres Garut, Satpol PP dan TNI. Portal ini dipasang di blok Seureuh Jawa, Kelurahan Pananjung dan blok Cilopang, Desa Rancabango. jumlah portal yang dipasang rencananya mencapai delapan buah.
Asep mengancam para pengusaha tambang dan penganggali untuk membawa ke ranah hukum bila melakukan pengrusakan terhadap portal yang telah terpasang. Portal ini dipasang dilahan milik pemerintah. “Kalau bikin jalan baru itu pasti bisa ada untuk melawati portal. Tapi yang terpenting ada itikad untuk penegakan hukum. Kami akan terus melakukan pengawasan,” ujarnya.
Kegiatan tambang pasir ini telah berlangsung selama 22 tahun sejak 1994 lalu. Kerusakannya mencapai ratusan hektar, namun untuk di kawasan cagar alam kerusakannya mencapai 97 hektar. Kawasan yang mengalami kerusakan paling parah berada di blok Citiis, Desa Pasawahan, Blok Seureuh Jawa, Legok Jambu, Kelurahan Pananjung dan Blok Cilopang, Desa Rancabango.
Berdasarkan penyelidikan, penambangan ini dilakukan secara besar-besaran oleh empat perusahaan besar. Salah satu perusahan tambang ilegal ini diduga milik keluarga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut dan aparat pemerintahan desa setempat. “Ada dua pengusaha yang saat ini tengah ditangani Polda yakni PT Guntur Muda dan Haji Usep,” ujar Asep.
Tambang pasir ilegal di Garut tidak hanya di kawasan kaki Gunung Guntur, namun juga di wilayah pertambangan yang berada di Kecamatan Banyuresmi dan Leles. Menurut Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Garut, Uu Saepudin, baru empat perusahaan yang mengajukan izin.
Menurut Uu, akibat penambangan pasir ilegal ini, Kabupaten Garut menderita kerugian yang cukup besar. Salah satunya yakni pajak tambangnya tidak dapat dipungut menjadi pendapatan asli daerah (PAD). Padahal setiap galian dapat menghasilkan pasir sebanyak 70 truk setiap harinya. Harga pembelian pasir setiap truk berkisar antara Rp300-400 ribu rupiah. Jumlah galian pasir yang beroperasi di wilayah Banyuresmi dan Leles ini lebih dari 10.
Selain itu, lokasi tambang pasir juga berpotensi menimbulkan bencana. Alasannya karena, para pengusaha tidak memperhatikan aspek keamanan dalam penambangan pasir ini. Seperti halnya yang terjadi di daerah Warung Peuteuy dan Leuweung Tiis, pengerukan pasir dilakukan dengan cara membuat tebih hingga mencapai ketinggian lebih dari 10 meter. “Penertiban tambang ini harus secepatnya dilakukan jangan sampai menunggu terjadi peristiwa yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Hal sama juga diungkapkan Kasubdit Penataan Hukum dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Asep Bayu, hampir 90 persen dari ratusan tambang pasir di Jawa Barat tidak memiliki izin alias ilegal. Para pengusaha melakukan eksploitasi secara besar-besaran. “Kerusakan lingkungannya cukup besar, pemulihan lahannya tidak gampang. Karena tidak ada reklamasi pasca tambang,” ujarnya.
SIGIT ZULMUNIR