TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Khusus Angket Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka menyindir Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino soal pajak perpanjangan kontrak terminal peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Hutchinson Port Holdings yang justru diterima Pemerintah Singapura.
Rieke menilai keputusan Lino memperpanjang kontrak JICT dari 2019-2038 merugikan negara dengan memberikan uang pajak ke Singapura dan deviden ke Hong Kong.
"Itu seharusnya bisa masuk ke dalam negeri," kata Rieke di Rapat Pansus Pelindo II, Kompleks Parlemen, Kamis, 3 Desember 2015. "Pansus memang ingin mengembalikan apa yang jadi hak Indonesia dalam kasus ini."
Direktur Deutsche Bank Hong Kong Tzi Ying Leong mengatakan, Pelindo II harus membayar ke Otoritas Pajak Singapura atas uang muka kontrak yang diberikan Hutchinson sebesar US$ 215 juta. Hal ini dilakukan karena kontrak tersebut dilakukan dengan jasa pembayaran melalui Deutsche Bank yang ada di Singapura. "Pajaknya sekitar 15 persen," kata Leong. "Tapi itu nantinya diganti lagi."
Rieke mengatakan, penggantian kembali uang pajak tersebut ke Pelindo tak lantas menghapus masalah. Pansus mempertanyakan pajak atas kegiatan usaha yang terjadi di Tanjung Priok justru lari ke Singapura. Padahal, seharusnya pajak tersebut dapat menjadi pemasukan dalam negeri.
Lino tak langsung menanggapi tudingan Pansus Pelindo II. Ia justru memaparkan, Deutsche Bank dan Hutchinson adalah dua perusahaan ternama dan berpengalaman di tingkat global. Kontrak kerjasama JICT mendatangkan keuntungan bagi Pelindo II dan pemasukan dalam negeri yang lebih besar. "Pelindo menerima pemasukan sewa tinggi per tahun sampai US$ 85 juta," kata Lino.