TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar, Adies Kadir, masih meragukan otentisitas rekaman yang diserahkan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Rekaman yang menjadi alat bukti kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo itu dinilai belum memiliki nilai pembuktian. "Bagi saya, itu bukan alat bukti," ujar Adies, Kamis, 3 Desember 2015.
Bukti rekaman merupakan petunjuk bagi MKD untuk menelusuri dugaan pelanggaran yang dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Dalam rekaman tersebut, Setya disinyalir mencatut nama Presiden Jokowi untuk meminta saham Freeport. Rekaman itu dibuat Maroef saat meladeni undangan Setya untuk membicarakan peluang perpanjangan kontrak PT Freeport bersama pengusaha Muhammad Reza Halid.
Rekaman yang dimiliki MKD saat ini merupakan alat bukti yang diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said selaku pengadu. Bukti rekaman itu diserahkan Sudirman pada sidang pemeriksaan kemarin dalam bentuk cakram lepas (flash disc). Dalam pemeriksaan kemarin, Sudirman mengatakan rekaman berdurasi 1 jam 27 menit itu ia peroleh dari Maroef Sjamsoeddin.
Menurut Adies, alat bukti yang otentik bukanlah rekaman yang diserahkan Sudirman. Sebab, keterangan yang disampaikan Maroef dalam sidang hari ini menjelaskan rekaman itu ia buat menggunakan telepon genggam yang saat ini disita Kejaksaan Agung. "Yang kami terima itu adalah salinan rekaman. Mestinya rekaman yang tersimpan dalam telepon Maroef-lah yang diserahkan kepada kami," katanya.
Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan MKD berkepentingan mendengar hasil rekaman dari sumber pertama. Meski demikian, kata dia, kendala itu bisa diatasi jika pihak teradu mengakui rekaman tersebut. Problem itu juga bisa diselesaikan dengan meminta surat serah-terima penyitaan alat bukti dari Kejaksaan Agung. "Surat itu bisa mewakili keberadaan alat bukti," tuturnya.
RIKY FERDIANTO