TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrahman Ruki menyatakan lembaganya siap mensupervisi Kejaksaan Agung perihal penanganan kasus Freeport. Asal, kata dia, Kejaksaan Agung menganggap sudah ada tindak pidana dalam dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta saham Freeport oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto itu.
"Kalau niat Kejaksaan Agung menganggap sudah ada tindak pidana korupsi, lanjutkan oleh Kejaksaan Agung. Kami akan mempergunakan kewenangan kami untuk supervisi," kata Ruki saat konferensi pers Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Gedung DPR, Kamis, 3 Desember 2015. Dia mempersilakan kalau Kejaksaan Agung menyatakan tindakan Novanto sebagai sebuah tindak pidana korupsi.
Menurut dia, Kejaksaan Agung mempunyai kewenangan yang sama dengan KPK. "Tidak ada masalah. Tidak perlu dipertentangkan. Dan kami tidak akan bertentangan dalam hal ini," ujarnya.
Namun, kata dia, kasus ini di Kejaksaan Agung belum jelas. Kalau akhirnya Kejaksaan menemukan tindak pidana umum, KPK tentu tidak akan ikut campur. "Karena akan menjadi ranah Kapolri. "Kalau memang ada tindak pidana korupsi, kata dia, tentunya undang-undang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan supervisi. Jika sudah ada penetapan sebagai sebuah tindak pidana korupsi, Ruki memastikan Kejaksaan Agung akan mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ke KPK.
"Kami, Jaksa Agung, dan Pak Kapolri berada pada posisi yang sama. Kami pantau ke mana arahnya bergeraknya Mahkamah Kehormatan Dewan ini," ujarnya.
Beberapa hari ini Mahkamah Kehormatan Dewan menggelar sidang etik mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan Setya Novanto. Sidang ini merupakan tindak lanjut dari laporan Menteri Energi Sudirman Said terhadap Setya yang diduga meminta saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Dalam laporannya ke Mahkamah, Sudirman menyebut adanya pertemuan sebanyak tiga kali. Pertemuan itu antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Menurut Sudirman, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden, dan 9 persen untuk Wapres, demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport. Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari pimpinan Freeport. Sudirman mengantongi bukti berupa rekaman percakapan dalam pertemuan itu yang sudah diserahkan ke Mahkamah Kehormatan. Sudirman sudah diperiksa MKD kemarin. Rekaman percakapan bukti permintaan saham juga telah diputar saat MKD memeriksa Sudirman.
LINDA TRIANITA