INFO NASIONAL - Setiap orang dituntut untuk saling menghormati hak dan kewajibannya masing-masing. Karenanya, setiap hak seseorang dibatasi juga oleh hak-hak orang lain.
“Kebebasan kita dibatasi oleh hak dan kebebasan orang lain. Kita boleh mengekspresikan diri sedemikian rupa, namun ekspresi kita harus juga menghormati hak dan kebebasan orang lain,” ujar Menag Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutan sekaligus membuka Seminar Nasional yang mengangkat Tema: Perkawinan Sejenis dalam Pandangan Agama-Agama di Indonesia, di Sanur-Bali, Selasa, 1 Desember 2015.
Baca Juga:
Hadir dalam Seminar yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Hindu ini, Keluarga Besar Ditjen Bimas Hindu, Kepala Kanwil Kemenag Bali, Dirjen Bimas Buddha, Dirjen Bimas Katolik, Kepala Balitbang-Diklat, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam. Ikut hadir pula berbagai elemen masyarakat, akademisi, mahasiswa, FKUB, Desa Pakraman, serta organisasi kepemudaan dan masyarakat Bali lainnya.
Soal pernikahan sejenis, Menag mengatakan, setidaknya sudah ada 24 negara yang melegalkan perkawinan sejenis. Isu pernikahan sejenis juga terus berkembang di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Namun demikian, Menag mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius. Nilai nilai agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, apa pun agamanya.
Karenanya, menurut Menag, dalam mengekspresikan hak, sudah semestinya setiap orang mempertimbangkan empat hal, yakni pertimbangan moral, pertimbangan agama, pertimbangan keamanan, dan pertimbangan ketertiban umum. “Isu ini harus kita sikapi. Tapi lebih pada untuk memberi pencerahan kepada masyarakat. Di sisi lain, kita berkewajiban untuk menjaga dan memelihara religiusitas kita,” kata Menag.
Baca Juga:
Menag berharap para tokoh agama mampu memberi pemahaman kepada masyarakat tentang hakikat agama. Selain itu, Menag juga berharap agar masyarakat mempunyai pemahaman cukup untuk bisa saling menghormati perbedaan. (*)