TEMPO.CO, Banyuwangi - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Kepolisian Resor Banyuwangi, Jawa Timur, terlalu berpihak kepada perusahaan tambang. “Polres kehilangan fungsinya sebagai pelindung masyarakat,” kata Wakil Kordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi Kontras Puri Kencana Putri saat dihubungi Tempo, Rabu, 2 Desember 2015.
Kontras telah menerima aduan resmi dari warga sekitar tambang, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, pada Senin, 30 November 2015. Bahkan delapan warga pelapor saat ini bertahan di kantor Kontras di Jakarta karena khawatir ditangkap polisi. Sebelumnya, pada Sabtu, 28 November, Polda Jawa Timur menangkap dan menetapkan dua warga sebagai tersangka perusakan infrastruktur tambang emas milik PT Bumi Suksesindo.
Keberpihakan Polres, menurut Puri, terlihat dari ucapan Kepala Polres Banyuwangi Ajun Komisaris Besar Bastoni Purnama yang akhirnya memicu kemarahan warga sekitar tambang. Setelah itu, Polres menurunkan pasukan bersenjata untuk menghadapi warga. Saat ini pun Polres bersama Polda Jawa Timur berupaya mengkriminalkan warga yang terlibat kerusuhan. “Warga justru takut kepada polisi. Ini menunjukkan polisi makin berjarak dengan masyarakat.”
Dalam catatan Tempo, Kepala Polres Banyuwangi dua kali melontarkan pernyataan yang terindikasi membela perusahaan tambang. Pernyataan pertama dilontarkan saat ada pertemuan dengan warga penolak tambang pada 20 Oktober 2015 di Mapolres Banyuwangi. Saat itu, Kapolres mengatakan, “Warga jangan manja. Tambang emas itu bukan milik orang Pesanggaran. Itu aset Banyuwangi, Jawa Timur, dan Indonesia.” Kemudian pada pertemuan di Hotel Baru Indah pada 25 November, Kapolres mengatakan masyarakat Pesanggaran tidak punya etika.
Kontras menilai aksi anarkistis pada 25 November 2015 merupakan puncak konflik di masyarakat pasca-kehadiran tambang emas pada 2006. Apabila polisi peka terhadap konflik tersebut, kata Puri, Polres seharusnya bisa mencegah dan tidak menambah eskalasi konflik sehingga kerusuhan tidak terjadi.
Puri mendesak Polda Jawa Timur dan Polres Banyuwangi menghentikan upaya kriminalisasi terhadap warga sekitar tambang. Upaya penegakan hukum, kata dia, harus ditujukan kepada aktor yang memerintahkan massa melakukan perusakan.
Untuk menghindari keresahan di tengah masyarakat, Polres dan Polda harus menarik pasukannya dari sekitar tambang. Selain itu, Kontras mendesak Polres lebih netral dan memposisikan diri sebagai mediator antara warga, perusahaan tambang, dan pemerintah daerah.
Mohammad Amrullah, penasihat hukum delapan warga pelapor, mengatakan saat ini warga sekitar lokasi tambang khawatir ditangkap. Akibatnya, warga menghentikan aktivitas sehari-hari, seperti mencari ikan. Delapan warga yang mendapat teror dan surat pemeriksaan sebagai saksi telah mengadu ke Komnas HAM serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta perlindungan. “Mereka akan tinggal sementara di Jakarta.”
Pada 25 November 2015, ribuan warga menyerbu perkantoran dan lokasi tambang PT Bumi Suksesindo di Desa Sumberagung. Massa merusak dan membakar hampir seluruh infrastruktur tambang. Kerusuhan ini berbuntut bentrokan warga dengan aparat keamanan. Sedikitnya empat warga terkena tembak dan dua polisi juga mengalami luka berat.
IKA NINGTYAS