TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah mengatakan saat ini Kejaksaan Agung sedang menyelidiki dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. “Kami sudah wawancara beberapa saksi,” kata Arminsyah kepada Tempo, Selasa, 1 Desember 2015.
Kejaksaan Agung juga, menurutnya, sudah memeriksa data-data terkait dengan kasus yang menurut Arminsyah adalah suatu pemufakatan untuk melakukan tindak korupsi ini. “Kami sedang lakukan itu,” ujarnya.
Namun ketika ditanyakan lebih lanjut mengenai siapa saja pihak yang diwawancara dan berapa pihak yang diwawancara, Arminsyah enggan untuk menjawabnya. Ia mengatakan hal itu belum bisa ia katakan. “Belum bisa kami share untuk saat ini,” ucapnya.
Menurut Kejaksaan Agung, apa yang dilakukan Setya Novanto dengan mencatut nama Presiden dan Wakil dalam pertemuan dengan petinggi PT Freeport Indonesia sudah mengarah kepada tindakan pemufakatan jahat untuk melakukan tindakan korupsi.
Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dapat dipidanakan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden saat mengadakan pertemuan dengan perwakilan dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Setya meminta bagian saham Freeport atas nama Jokowi dan Jusuf Kalla, dan 49 persen proyek listrik di Urumuka, Papua.
Diketahui pula bahwa MKD mempertanyakan isi rekaman utuh pertemuan Setya dengan Freeport, karena rekaman yang diberikan hanya berdurasi 11 menit 38 detik, sedangkan lama pertemuan antara kedua belah pihak berlangsung sekitar dua jam.
DIKO OKTARA