TEMPO.CO, Balikpapan – Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur mengkritik keberangkatan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak ke acara Conference of the Parties 21 (COP21) di Paris, Prancis. Awang Faroek datang ke acara Konferensi Perubahan Iklim Internasional itu bersama Presiden Joko Widodo. Awang Faroek dianggap tidak layak ikut acara itu karena selama ini telah mengabaikan isu lingkungan di Kalimantan Timur, Selasa, 1 Desember 2015.
Menurut Direktur WALHI Kalimantan Timur, Fathurroziqin, angka deforestasi di Kalimantan Timur pada 2009-2013 mencapai 448.494 hektare. Sementara itu, dalam perhitungan, potensi kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun per tahun. “Data tersebut telah disajikan dan disampaikan kepada Koordinasi dan Supervisi SDA bersama KPK bulan September lalu,” ungkapnya. Menurutnya, Awang tidak berpihak pada lingkungan hidup. Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Berau tentunya membahayakan kelangsungan warga Kalimantan Timur.
Carolus Tuah, Direktur Pokja 30, menyesalkan perjalanan dinas Awang Faruk ke Prancis itu. Dia menghitung minimal perjalanan dinas ke Prancis bisa menyedot anggaran hingga Rp 700 juta untuk keperluan biaya transportasi, akomodasi, dan uang saku. "Kemarin saat ke Rusia mereka tak bisa mempertanggungjawabkan uang Rp 1,5 miliar, sekarang berangkat lagi,” sesalnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh perwakilan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Merah Johansyah. “Ini sudah yang ketiga kali Gubernur pergi ke luar negeri dalam kurun waktu 5 bulan,” katanya. Dia mencatat dalam lima bulan ini Awang sudah pergi ke tiga negara, yakni Spanyol, Rusia, dan Prancis.
Untuk menjalankan agenda penyelamatan lingkungan, menurut Merah, Awang Faroek tidak perlu pergi ke Paris. Ada banyak persoalan lingkungan Kalimantan Timur yang membutuhkan aksi nyata. Salah satu kasus terbaru adalah persoalan lubang bekas tambang. “Kalau mau menunjukkan bahwa Gubernur peduli lingkungan hidup dan perubahan iklim, tak perlu jauh-jauh ke Paris, urus saja dulu tragedi 12 anak-anak yang tewas di lubang bekas tambang,” paparnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menyatakan, pembangunan Kalimantan Timur saat ini memang tidak berwawasan lingkungan. Konsep pembangunan hijau yang menjadi jargon pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bahkan tidak tertuang dalam draf RTRW Kalimantan Timur 2015-2035.
Bahkan alokasi ruang tambang bertambah menjadi 8 juta hektare dari sebelumnya seluas 5,9 juta hektare. Artinya, akan ada penambahan 2 juta hektare area yang diperuntukkan bagi industri pertambangan di Kalimantan Timur. “Di mana perspektif pembangunan hijaunya Kaltim?” tuturnya.
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak saat ini sedang menghadiri Conference of Parties 21 (COP 21) di Paris, Prancis, hingga 6 Desember nanti. Gubernur didampingi sejumlah pejabat tinggi, yakni Plt Sekprov Kalimantan Timur Rusmadi, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalimantan Timur Riza Indra Riadi, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim Daddy Ruchiyat, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Taufik Fauzi.
Kalimantan Timur mendapuk diri di tiap pertemuan internasional sebagai salah satu inisiator yang memperjuangkan pembangunan hijau. Namun hal itu justru menuai kritik karena Awang Faroek dianggap tak peka terhadap tragedi 12 anak yang tewas di lubang tambang yang baru terjadi beberapa minggu lalu.
SG WIBISONO