TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga Oyehe, Nabire, dilaporkan ditangkap polisi di Taman Bunga Bangsa Oyehe. Mereka ditangkap karena diduga hendak memperingati Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka. Sedangkan warga mengklaim bahwa mereka ditangkap saat akan melakukan ibadah. “Kami sedang beribadah di luar, kemudian beberapa polisi meminta kami semua tiarap dan ada yang memukul,” ujar koordinator warga, Gunawan Inggeruhi, lewat telepon kepada Tempo, Selasa, 1 Desember 2015.
Gunawan menceritakan, pagi ini, polisi sedang melakukan razia kendaraan di sekitar jalan protokol di Oyehe, Nabire. Semua kendaraan hasil razia dimasukkan ke dalam tempat ibadah, sehingga warga yang ingin melakukan ibadah menunggu dulu di depan tempat ibadah.
Selanjutnya, sekitar pukul 10.30 Wita, dua mobil polisi keluar menuju jalan menghampiri kerumunan yang akan melakukan ibadah singkat di luar tempat ibadah. “Tiba-tiba mereka lompat dari atas mobil dan menodongkan senjatanya ke masyarakat sambil meminta mereka untuk tiarap,” kata Gunawan.
Menurut Gunawan, beberapa warga ada yang dipukul dengan rotan kemudian diminta naik ke truk untuk diamankan. Gunawan menyatakan pihaknya yakin warga yang ditangkap bukan hanya warga yang mau beribadah, tapi juga yang terkena razia kendaraan.
Gunawan menyayangkan kejadian hari ini. “Sudah 13 tahun kami beribadah, tidak ada yang mengganggu, kenapa hari ini dilarang? Apakah ini perintah Kapolda, Kapolres, atau Kapolri, kami belum tahu,” tutur Gunawan. Gunawan belum bisa mengidentifikasi jumlah warga yang ditangkap hari ini.
Sebelumnya, pada 27 November 2015, di Oyehe, Nabire, terjadi penangkapan atas 17 orang yang juga sedang mempersiapkan acara untuk hari ini. “Polisi datang dan menangkap 17 orang tersebut lalu mematahkan bekas tiang bendera Papua Merdeka di tempat itu,” ucap Gunawan.
Dari Gunawan didapat nama 17 warga yang saat itu ditangkap, yaitu Markus Boma, Frans Boma, Habakuk Badokapa, Sisilius Dogomo, Agus Pigome, Matias Pigai, Jermias Boma, Yohanes Agapa, Ales Tebai, Yesaya Boma, Adolop Boma, Matias Adii, Martinus Pigai, Aluwisius Tekege, Pilipus Bobi, Bram Wetipo, dan Anes Douw. “Tujuh belas orang itu kini sudah dibebaskan, tapi handphone dan alat kerja mereka hingga kini masih ditahan,” ujar Gunawan.
ARIEF HIDAYAT