TEMPO.CO, Lumajang -Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS), Ayu Dewi Utari mengatakan jalur pendakian Gunung Semeru akan dibuka. "Jalur pendakian Semeru akan kami buka per 1 Desember 2015 hingga 4 Januari 2016," kata Ayu dalam rilis singkatnya melalui pesan WhatsApp kepada TEMPO, Jumat, 27 November 2015.
Jalur pendakian Semeru hanya akan dibuka sekitar satu bulan yakni hingga 4 Januari 2016. Selanjutnya akan ditutup lagi untuk pemulihan ekosistem Semeru hingga April 2016. Dalam pembukaan jalur pendakian selama sebulan itu, petugas akan berjaga di jalur Pos 3 Waturejeng terutama terkait kondisi jalur yang rawan longsor sehingga pendaki diminta hati-hati di jalur itu.
Pendakian ke Gunung Semeru tetap direkomendasikan hanya sampai Kalimati. Pendaki harus menyiapkan perlengkapan pendakian yang memadai mengingat hujan sudah mulai turun merata di kawasan Gunung Semeru.
Pendakian ke Gunung Semeru ditutup total sejak 22 Oktober 2015 menyusul terjadinya kebakaran hutan di sejumlah kawasan di gunung api tertinggi di Pulau Jawa ini. Data TN BTS menyebutkan total luas lahan yang kebakaran sepanjang 2015 kurang lebih 550 hektare. Dari luas lahan itu, 440 hektare terjadi di Semeru dan 110 di Bromo. Kebakaran terjadi di beberapa titik dan terjadi beberapa kali kejadian. Kebakaran terbesar terjadi di Pos 1 di Waturejeng dengan luas lebih dari 300 hektare.
Kebakaran hutan di kawasan Semeru itu mengancam kelangsungan vegetasi terutama tanaman anggrek. Lokasi kebakaran, kata Ayu, salah satunya juga melanda tempat tumbuhnya anggrek hijau atau Adenalia Variensis yang hanya tumbuh di Semeru. "Posisi sekarang, tumbuhan ini sedang dormansi (fase istirahat dari suatu organ tanaman)," kata Ayu. Anggrek Hijau ini baru akan tumbuh sekitar bulan Maret - April.
"Ini anggrek tanah, kalau kebakarannya seperti ini, bisa juga umbi-nya ikut terbakar juga," kata Ayu. Sehingga akan berpengaruh terhadap populasinya. Vegetasi lain yang terbakar selain Anggrek Hijau, adalah Mentigen, Akasi Dekuren, Tutup dan Kerinyu serta semak tanaman lain.
DAVID PRIYASIDHARTA