TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) semakin banyak menerima laporan tentang transaksi mencurigakan. Laporan itu sebagian telah ditindaklanjuti lembaga penegak hukum, salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan tahun ini lembaganya menerima laporan sebanyak 46 ribu. Itu terhitung hingga Oktober 2015. "Data kami banyak, setiap tahun meningkat," kata Yusuf di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 26 November 2015.
Menurut Yusuf, laporan itu berasal dari 294 penyedia jasa keuangan (PJK). Rinciannya, 56,1 persen dari PJK nonbank dan 43,9 persen disampaikan PJK bank. Mayoritas transaksi keuangan mencurigakan itu terjadi di Jakarta sebanyak 45,5 persen. Sisanya di Jawa Barat 11,7 persen, dan Jawa Timur 10,8 persen.
Berdasarkan profilnya, Yusuf menambahkan, sebagian besar atau 91,9 persen terlapor merupakan perorangan, sisanya korporasi. Mayoritas terlapor perorangan adalah laki-laki sebesari 65,3 persen, pekerjaan utama sebagai pengusaha/wiraswasta 35,3 persen, dengan usia produktif 30-60 tahun.
Dari jumlah laporan yang masuk tadi, kata Yusuf, hanya 22,4 persen laporan yang mampu diidentifikasi terkait dengan tindak pidana. Indikasi tindak pidana asal yang dominan adalah penipuan 50,3 persen, korupsi 17,2 persen, dan perjudian 8,1 persen.
LINDA TRIANIT