TEMPO.CO, Banyuwangi - Juru bicara komunitas pelestari lingkungan, Banyuwangi's Forum For Environmental Learning (BaFFEL), Rosdi Bahtiar Martadi, mendesak pemerintah untuk mencabut perizinan pertambangan emas PT Bumi Suksesindo di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur.
“Adanya tambang menyebabkan konflik di masyarakat,” kata Rosdi, Kamis, 26 November 2015.
BaFFEL mencatat, dalam satu bulan telah terjadi benturan warga penolak tambang dengan TNI dan Polri. Yakni pada tanggal 19 Oktober, 22 November, dan 25 November 2015. Benturan tersebut akhirnya mengakibatkan warga setempat yang menjadi korban kekerasan, seperti penembakan dan penganiayaan.
Menurut Rosdi, adanya konflik tersebut membuktikan hadirnya pertambangan emas tidak selaras dengan kultur masyarakat setempat. Konflik berpotensi terus berlangsung apabila PT Bumi akan menaikkan tahap eksploitasi tambang emas pada 2016. “Jika pemerintah tetap mengizinkan perusahaan tambang beroperasi, maka akan memicu konflik berikutnya,” katanya.
Dalam catatan Tempo, konflik berawal karena tuntutan masyarakat setempat tidak dikabulkan perusahaan. Warga menuntut agar PT Bumi dan pemerintah lebih terbuka dalam mengelola tambang dan mempekerjakan penduduk setempat. Warga juga kecewa karena kawasan hutan lindung Gunung Tumpang Pitu diturunkan fungsinya menjadi hutan produksi dan dipakai sebagai kawasan pertambangan.
Konflik ini berujung pada kerusuhan yang mengakibatkan sejumlah warga Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi korban penembakan polisi. Menurut Achmad, warga setempat, empat warga tersebut terkena tembakan di bagian telinga, punggung, paha, dan dada.
Kerusuhan terjadi setelah warga tidak puas dalam pertemuan dengan pihak PT Bumi Suksesindo, Kepolisian Resor Banyuwangi, dan pemerintah daerah setempat di Hotel Baru Indah, Rabu siang, 25 November. Warga yang menginginkan pertambangan emas ditutup itu, langsung berunjuk rasa di kantor PT Bumi di Pulau Merah, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.
Menurut Achmad, warga setempat, unjuk rasa tersebut kemudian berbuntut ricuh. Massa membakar sejumlah sepeda motor. Bentrok antara aparat keamanan dan warga pun terjadi. Pada pukul 16.00 WIB, satu pendemo kena tembakan di bagian telinga. Polisi kemudian menangkap dua warga. “Situasinya mirip dengan perang,” kata Achmad kepada Tempo, Kamis pagi, 26 November 2015.
Kericuhan sempat berhenti. Namun pada pukul 20.00 WIB, ratusan warga kembali menyerang perkantoran PT Bumi Suksesindo. Salah satu aktivis lingkungan, Deva Risda, yang melihat penyerangan itu, bercerita, massa membakar alat berat, tempat penampungan solar, dan sejumlah rumah yang dipakai sebagai kantor oleh perusahaan tambang.
Bentrok antara warga dan aparat keamanan pun kembali terjadi. Mereka membubarkan diri Kamis sekitar pukul 03.00, setelah dua warga yang ditangkap pada sore harinya dibebaskan polisi.
IKA NINGTYAS