TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta menggelontorkan dana perdana untuk operasional rumah sakit tanpa kelas atau rumah sakit Sakit Tipe D Pratama sebesar Rp 21 miliar.
Rumah sakit di Jalan Kolenel Sugiyono ini rencananya beroperasi paling lambat Maret 2016 setelah persoalan administrasi seperti perizinan dan pelimpahan kewenangan selesai dilakukan.
“Sebagai dana awal operasional Rp 21 miliar, setelah itu kami evaluasi bagaimana cakupan anggaran itu apakah sudah memadai atau perlu ditambah,” ujar Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta Kadri Renggono usai rapat dengan DPRD Kota Yogyakarta, Selasa 24 November 2015.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dalam jawaban atas Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Yogyakarta tahun 2016 menjelaskan, ada penambahan anggaran untuk urusan kesehatan tahun depan sebesar Rp 47,9 miliar. Separo dari tambahan anggaran bidang kesehatan itu dialokasikan untuk menyokong operasional rumah sakit tanpa kelas.
Dana itu terdiri dari Rp 10 miliar untuk upaya pelayanan kesehatan rujukan RS tanpa kelas dan Rp 11 miliar untuk kegiatan pendukung pelayanan kesehatan rujukan RS tanpa kelas itu.
Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Agung Damar Kusumandaru menilai alokasi anggaran perdana rumah sakit tanpa kelas itu terlalu beresiko. DPRD menilai anggaran itu terlalu kecil sebagai anggaran awal untuk mengoperasikan rumah sakit tanpa kelas yang difokuskan menjadi rumah sakit rujukan.
“Kami khawatir jika dana operasional itu ternyata kurang, pelayanan tak maksimal dan ujung-ujungnya mengganggu sistem rujukan,” ujar Agung.
Perbandingan yang dipakai dewan untuk menilai besaran dana setahun operasional rumah sakit, salah satunya dengan melihat alokasi anggaran Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang besarnya sekitar Rp 27 miliar.
Rumah sakit tanpa kelas ini dibangun dengan tujuan memecah terlalu padatnya layanan yang mesti ditanggung Rumah Sakit Umum Daerah Jogja atau RS Wirosaban milik pemerintah kota. Rujukan dari fasilitas kesehatan dasar seperti puskesmas, diharapkan cukup berhenti dan dapat dilayani melalui rumah sakit tanpa kelas yang memiliki sekitar 67 bangsal rawat inap ini.
“Jangan sampai di tengah jalan dana kurang, kemudian rujukan pasien dilimpahkan kembali ke RSUD Jogja, sama saja tak berguna kalau demikian,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO.