TEMPO.CO, Bandung - Ratusan supir ojek online, Go-jek Bandung, menggeruduk kantor PT Go-jek Bandung di Jalan BKR Nomor 33, Kota Bandung, Selasa, 24 November 2015. Kedatangan para pengemudi tersebut untuk menggelar aksi menuntut sistem manajemen PT Gojek Bandung yang dinilai memberatkan para pengemudi.
Koordinator Lapangan Driver Gojek Bandung, Ara Sukmara, 46 tahun, mengatakan para pengemudi mengeluhkan terkait dengan sistem pembayaran yang diberikan pihak Go-Jek. Selain itu, para pengemudi kerap dikenai sanksi berupa denda di luar kemampuan para pengemudi.
"Kami semua ingin kejelasan dari PT Go-Jek. Harus transparan sistemnya, jangan memberatkan para driver," ujarnya kepada wartawan di sela aksi di halaman kantor Go-Jek, Selasa, 24 November 2015.
Menurut Ara, para driver Go-Jek merasa keberatan dengan sistem yang diterapkan oleh pihak manajemen, yang kondisinya disamakan dengan sistem yang ada di Jakarta. Pasalnya, hanya cabang Bandung yang mengikuti sistem Jakarta. Sedangkan, cabang daerah lainnya tidak seperti Bandung.
Selain itu, kata Ara, ada sistem denda hingga nominal Rp 7 juta kepada setiap driver yang melakukan pelanggaran, bahkan data-data dari manajemen soal pelanggaran pun tidak valid. Salah satunya adalah mengantarkan order (penumpang) fiktif. "Kan kami enggak tahu kalau itu order fiktif. Yang kami tahu kan hanya mendapat pesanan dan mengantarkan," ujar Ara.
Ara menambahkan, manajemen PT Go-Jek Bandung juga memberikan suspend dengan menyita unit kendaraan milik driver. Hal itu dilakukan PT Go-Jek Bandung sebagai jaminan.
Ketua Perhimpunan Group Driver Jawa Barat (PGDJB), Aditya Fahmi, mengatakan pihaknya mengambil andil untuk melakukan mediasi kepada manajemen Go-Jek Bandung.
Dari hasil mediasi tersebut, kata Aditya, pemimpin PT Go-Jek Bandung akan melakukan revisi aturan bagi driver di luar kontrak kerja sama. "Intinya ada sistem yang tidak berbadan hukum dan memberatkan driver. Maka kita ingin ada revisi ulang," ujar Aditya.
Sistem tersebut, tutur Aditya, ialah suspend atau pemberhentian kontrak kerja sepihak dengan alasan berlandaskan perjanjian awal. Denda bagi driver menjadi dua kali lipat dari perjanjian awal serta penyitaan unit kendaraan bagi driver yang ter-suspend.
Selain itu, kata Aditya, selain membahas persoalan sistem tersebut, pihaknya juga membicarakan permasalahan keamanan bagi driver di Kota Bandung. Pasalnya, akhir-akhir ini driver Go-Jek sering bergesekan dengan para ojek pangkalan yang ada. "Nanti akan ada mediasi ulang. Bagi driver yang ter-suspend, nanti akan ada pemanggilan untuk yang motornya menjadi jaminan," kata dia.
Namun, kata Aditya, jika para petinggi Go-Jek tidak melakukan revisi, pihaknya bersama driver-driver lain akan kembali melakukan aksi. Pasalnya, para driver memiliki hak dan kewajiban yang memang kerja samanya menggunakan sistem kemitraan.
IQBAL T. LAZUARDI S.