TEMPO.CO, Semarang - Organisasi buruh di Jawa Tengah menyatakan menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Penolakan itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa, Selasa, 24 November 2015.
“Penolakan itu tak dapat dinego. Kami menolak total keberadaan PP yang merugikan buruh Jawa Tengah,” kata Ketua Serikat Pekerja Nasional Jawa Tengah Bowo Laksono saat berdialog dengan perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Bowo meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyampaikan penolakan itu kepada Presiden Joko Widodo, agar peraturan yang dinilai merugikan itu dicabut. “Meski Gubernur Ganjar tak memberlakukan PP itu untuk menentukan upah tahun 2016, PP itu akan berlaku 2017,” ucapnya.
PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dengan dasar variabel angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi dinilai merugikan buruh di Jawa Tengah yang saat ini upahnya jauh lebih rendah dibanding Jawa Barat dan Jawa Timur.
Rata-rata upah buruh di Jawa Tengah masih kurang dari Rp 2 juta per bulan. Sedangkan upah buruh di Jawa Barat dan Jawa Timur sudah di atas angka Rp 3 juta. Bowo menilai PP itu akan menyengsarakan buruh di Jawa Tengah.
Dalam aksi penolakan yang diikuti hampir seribu buruh dari SPN, SPRI, FSPMI, dan KASBI itu, mereka mengajukan protes kepada Gubernur Jawa Tengah. Mereka mengeluhkan upah tak layak itu. Aksi itu juga sebagai bagian dari dukungan aksi mogok nasional pada 24-27 November mendatang. “Kami mogok di bawah konfederasi di Jakarta. Aksi ini utamanya menolak aturan itu,” tuturnya.
Kepada perwakilan buruh, Kepala Seksi Penyelesaian Ketenagakerjaan Jawa Tengah Hadi Prabowo menyatakan tak bisa menjanjikan bisa bertemu dengan Gubernur Ganjar. “Tak bisa menjanjikan penjadwalan, apakah mau ditemui Gubernur atau diwakilkan Kepala Dinas Ketenagakerjaan,” kata Hadi.
Meski demikian, Hadi menyarankan kepada para buruh menyiapkan kajian penolakan PP itu. “Agar menjadi pertimbangan dan dimengerti alasan penolakannya,” ucapnya.
EDI FAISOL