TEMPO.CO, Pekanbaru - Kepolisian Resor Kota Pekanbaru merazia tiga tempat menginap massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Pekanbaru, Riau. Hasilnya, polisi menemukan berbagai jenis senjata berbahaya mulai dari badik hingga panah beracun dari para anggota HMI yang menginap di sana. Sebanyak delapan mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka. "Para tersangak berasal dari berbagai universitas," kata Kepala Polresta Pekanbaru Aries Arief Hidayat, Senin, 23 Nomvember 2015.
Menurut Aries, operasi penggeledahan dilakukan di tiga tempat yakni Gelanggang Remaja, Gor Universitas Riau, dan Purna MTQ. Saat penggeledahan berlangsung, kata Aries, para kader HMI itu kebanyakan sudah membuang senjata tajam. Berbagai jenis senjata mulai dari badik, parang, pisau, ketapel, hingga anak panah beracun ditemukan polisi di tong sampah, bawah cendela, dan bawah plafon.
Meski begitu, polisi berhasil mengamankan delapan mahasiswa yang tertangkap tangan membawa senjata tajam. Delapan mahasiswa itu adalah HA, JS, AK, DA, MA, Y, ML, dan AY. Kedelapan mahasiswa itu berasal dari universitas berbeda di Makassar dan Ambon. "Mereka sudah kami tetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Aries menjelaskan, operasi tersebut merupakan razia kemanusiaan untuk menjaga keamanan berjalannya kongres HMI di Pekanbaru. Para tersangka yang diamankan polisi itu disebut rombongan liar (Romli) yang tidak masuk dalam peserta inti kongres HMI. Polisi masih mendalami motif pelaku menguasai senjata tajam tesebut. "Sementara mereka masih diamankan, belum dilakukan penahanan karena masih dalam penyidikan," katanya.
Polisi, kata Aries, masih belum bisa memastikan apakah delapan tersangka itu terlibat dalam penyerangan terhadap panitia lokal pelaksana kongres HMI yang terjadi tadi malam. Minggu, 22 November 2015, malam sekitar pukul 23.00 WIB empat mahasiswa panitia kongres HMI babak belur dikeroyok massa yang diduga juga merupakan kader HMI dari Sulawesi. Dalam peristiwa itu, satu orang panitia mengalami luka terkena panah di punggungnya. "Masih kami selidiki siapa saja yang terlibat dalam penyerangan itu," jelasnya.
Polisi berjanji akan memproses hukum para tersangka. "Tidak ada negosiasi, kejahatan yang dilakukan di daerah kami, proses hukum harus dijalankan," ujarnya. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Undang-Undang darurat pasal 2 ayat 1 dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Kongres HMI ke-29 di Pekanbaru sejak awal menimbulkan polemik di tengah masyarkat. Acara yang berlangsung pada 22 hingga 26 November itu mendapat kucuran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Riau (APBD) Riau sebesar Rp 3 miliar mendapat pertentangan dari masyarkat.
Sebelumnya, di Makassar, 1.048 kader HMI dari wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat juga meminta tiket kapal gratis kepada PT Pelni. Mereka menggelar aksi dan memaksa untuk naik kapal tanpa bayar. Sempat terjadi kerusuhan, tapi akhirnya PT Pelni mengalah dan memberangkatkan mereka. Penjabat Hubungan Masyarakat Pelabuhan Makassar, Erisanty, mengatakan dari total anggota HMI yang berangkat, tercatat 1.025 mahasiswa tidak memiliki tiket. “Mereka diberi tiket gratis. Tidak membayar sedikit pun,” ujarnya.
Selanjutnya ribuan kader HMI melakukan aksi tutup jalan dan membakar ban di depan gedung olahraga (GOR) Pekanbaru. Akibatnya terjadi kemacetan panjang di jalan protokol itu. Tidak hanya itu, ribuan anggota HMI itu juga merusak fasilitas umum. Kaca gedung GOR Gelanggang Remaja pecah di lempari batu, begitu juga pagar, dan lampu taman dirusak. Ribuan mahasiswa itu mengamuk menuntut disediakan penginapan dan akomodasi. Tidak hanya itu, sebanyak 21 bus kader HMI dilaporkan menolak membayar setelah makan di Rumah Makan Umega, Desa Kota Lama. "Habis makan mereka langsung kabur, dan tidak mau membayar," kata Kepala Kepolisian Resor Indragiri Hulu Ajun Komisaris Besar Ary Wibowo. Hal itu membuat puluhan pemilik warung merugi belasan juta rupiah.
Protes masyarakat semakin santer ketika sejak rombongan kader dari berbagai daerah tiba, polisi maupun masyarakat dibuat repot oleh aksi anarkis ribuan mahasiswa. Mulai dari tidak membayar makan di sebuah restoran di Indragiri Hulu, melakukan pengrusakan fasilitas umum hingga merusak mobil dinas polisi. Polisi pun bahkan harus memberi makan hampir 2000 orang kader HMI yang terlantar untuk mengurangi resiko kerusuhan.
Ketua Pelaksana Kongres Fatharyanto belum dapat dikonfirmasi. Telepon maupun pesan singkat yang dikirim tempo tak berbalas.
RIYAN NOFITRA