TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Junimart Girsang menerima surat terbuka dari Forum Praktisi Hukum Jakarta (FPHJ) terkait dengan pengaduan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, yang dianggap tidak berdasarkan hukum. Dengan surat terbuka tersebut, FPHJ berharap agar MKD tidak melanjutkan perkara yang menyeret Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto itu.
"Baik, kami terima suratnya, ya," kata Junimart di depan ruang rapat Mahkamah Kehormatan Dewan, Senayan, Jakarta, Senin, 23 November 2015. Surat tersebut diserahkan oleh Koordinator FPHJ Tezar Yudhistira saat Junimart keluar dari ruang rapat dan hendak mengunjungi Komisi III.
FPHJ menilai laporan Menteri ESDM Sudirman Said bukan hanya tidak memiliki legal standing atas pengaduan di MKD, tapi juga dapat dipidanakan. Dalam siaran pers FPHJ yang juga memuat tata cara pengaduan di MKD, tertera bahwa alat bukti rekaman dan transkrip yang diadukan Sudirman Said dianggap sebagai sebuah penyadapan. "Kita berpendapat bahwa laporan ini adalah bagian dari penyadapan, dan itu hanya dilakukan para penegak hukum," ujar Tezar.
Pasal yang dilanggar oleh Sudirman Said, menurut FPHJ, adalah Pasal 5 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan. Dalam pasal tersebut tertera bahwa pengaduan hanya dapat disampaikan oleh pimpinan DPR atas aduan anggota terhadap anggota, serta anggota terhadap pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD), dan atau masyarakat secara perorangan atau kelompok terhadap anggota, pimpinan DPR, atau pimpinan AKD.
Selain itu, FPHJ menganggap, secara hukum, penyadapan di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum. Karena itu, Sudirman said yang menurut FPHJ bukan aparat penegak hukum dianggap tidak berhak melakukan penyadapan. Adapun alat bukti yang dilaporkan olehnya dinilai tidak berlandaskan payung hukum. Atas dasar tersebut, FPHJ mendesak agar MKD mempertimbangkan laporan Sudirman.
Mengenai apakah Sudirman dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian, Tezar mengaku pelaporan tersebut hanya dapat dilakukan oleh Setya Novanto. "Kalau masalah laporan ke Bareskrim atau penegak hukum yang lain, mungkin itu nanti korbannya, dan kita tidak bisa melakukan itu," tutur Tezar. Saat ini FPHJ masih menunggu proses dan hasil dari surat terbuka yang telah dikirimkan kepada MKD.
Pekan lalu, tepatnya Senin, 16 November 2015, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan DPR. Setya dituding mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.
Laporan tersebut terkait dengan pertemuan antara Setya; Presiden Direktur PT Freeport Indonesia; dan importir minyak, Muhammad Riza Chalid. Dalam rekaman dan transkrip yang dilaporkan ke MKD, ketiganya membahas rencana perpanjangan kontrak dan pembangunan smelter Freeport. Juga, membahas proyek pembangkit listrik Urumuka di Paniai, Papua.
Dari rekaman tersebut tergambar bahwa Setya meminta imbalan 49 persen saham pembangkit listrik Urumuka. Dia juga mengatasnamakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan agar ada pembagian 20 persen saham untuk Presiden dan Wakil Presiden.
RICO
Baca juga:
Di Balik Heboh Setya Novanto: 3 Hal yang Perlu Anda Tahu
Kasus Setya Novanto: Inikah Biang Mahkamah Sulit Diandalkan?