TEMPO.CO, Lumajang - Penambang tradisional mulai terdampak penghentian penambangan. Praktis hampir dua bulan ini, mereka harus bertahan hidup dengan menjual satu per satu barang yang dimiliki. Mulai hewan ternak, seperti kambing dan ayam, hingga sepeda motor. Salah satunya Fauzan, 65 tahun, warga Desa Gesang, Kecamatan Tempeh, Lumajang. "Satu anak saya bahkan berangkat merantau ke Sumatera beberapa pekan lalu," katanya.
Apalagi upaya rekonsiliasi belum sepenuhnya selesai kendati sudah disusun resolusi damai di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian. Potensi konflik ini mulai muncul dan melebar di tengah upaya penambang tradisional kembali melakukan aktivitas penambangan pasir di Kalimujur. Potensi konflik bergeser dari Desa Selok Awar-awar ke desa di sepanjang Sungai Kalimujur, yang berhulu di kaki Gunung Semeru dan berhilir di pesisir Pantai Selatan Lumajang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, sebagian besar penambang tradisional di sepanjang aliran Sungai Kalimujur, mulai Desa Kloposawit, Nguter, Gesang, Tempeh Tengah, Lempeni, Jatisari, hingga Pandanarum, mulai mematok-matok lahan tambang (babakan) yang sudah diwariskan turun-temurun dan puluhan tahun menjadi sumber penghidupan warga. Pematokan ini dilakukan menyusul upaya penambang tradisional memperbaharui izinnya.
Konflik mulai muncul ketika ada pematokan oleh seorang warga terhadap babakan yang sebenarnya sudah dikelola warga lain dan diajukan perizinannya kepada Bagian Perekonomian Kabupaten Lumajang.
"Ada aktivitas pematokan babakan oleh orang baru dalam area penambangan tradisional," ucap Mansur Hidayat, pendamping Paguyuban Penambang Tradisional Kalimujur, kepada Tempo, Ahad, 22 November 2015.
Bahkan ada dugaan penambang dengan modal besar yang dilengkapi alat berat mengajukan perizinan untuk melakukan penambangan pasir di Kalimujur. Dalam rapat audiensi dengan Bupati Lumajang pada pekan lalu, terungkap adanya pengajuan perizinan oleh perusahaan pemain besar penambangan dan pengangkutan pasir Lumajang.
"Diduga ada investor besar di belakang warga mematok-matok babakan yang sudah diajukan izin lebih dulu," ujar Mansur. Ternyata investor besar ini punya izin sejak 2012 di atas lahan penambangan tradisional yang dikelola warga sejak puluhan tahun.
Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Lumajang Ninis Rindhawati belum bisa dikonfirmasi ihwal potensi konflik dan tumpang-tindih perizinan penambang tradisional oleh investor besar. Sebelumnya diberitakan, hasil verifikasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur menyebutkan 15 pemilik izin usaha pertambangan bisa melakukan kegiatan penambangan. Dari 15 izin tersebut, tujuh di antaranya baru belakangan bisa beroperasi karena masih terkendala dengan wilayah Perum Perhutani.
DAVID PRIYASIDHARTA