TEMPO.CO, Jakarta - Peserta Program Internship Dokter Indonesia (PIDI), Ayu Maharani, mengaku pendaftaran program internship dokter berebut. Ia menceritakan pada awal pendaftaran, saat memilih lokasi internship, tidak diberi kebebasan.
“Saya pilih secara online di website Kementerian Kesehatan, itu pun waktunya terbatas dan berebut, tergantung koneksi Internet saat itu juga,” kata Ayu ketika dihubungi Tempo pada Ahad, 22 November 2015.
Saat memilih lokasi, kata Ayu, hanya disediakan waktu dua hari. Hari pertama untuk memilih lokasi lokal, yaitu di provinsi sesuai dengan kelulusan universitas masing-masing calon peserta. Hari kedua bebas memilih lokasi di seluruh provinsi di Indonesia. Ayu berujar, kala itu memulai proses pendaftaran dari pukul 07.50 dan mendaftar tepat pukul 08.00 WIB.
“Kalau pas beruntung bisa langsung login dan memilih lokasi. Tapi kalau pas koneksinya lemah, bahkan error, ya nunggu sampai bisa login kembali,” kata Ayu.
Dokter muda yang sudah berkeluarga tersebut sempat menunda satu tahun mengikuti program internship karena hamil. Menurut informasi yang diterima Ayu, jika anaknya sudah lahir, sudah memiliki akte kelahiran, dan ada surat keterangan kerja dari suami, lokasi I internship bisa sesuai dengan keinginan. Tapi, ujar Ayu, akhir 2014, sistem pendaftaran berubah menjadi online.
“Pupuslah harapan saya, jadi ikutan rebutan online,” kata Ayu yang resmi menjadi dokter sejak 2013.
Ayu menuturkan program internship perlu dievaluasi, selain masalah biaya bantuan hidup. Ayu berharap ada batasan yang jelas antara kerja dokter organik (setara dengan dokter umum) dan dokter internship.
“Wewenang dokter internship sejauh mana sehingga kami tahu sejauh mana kami bisa ‘disuruh’ karena di rumah sakit atau puskesmas kan kami paling junior,” ujar Ayu.
Meski ada buku pedoman internship yang mengatur soal itu, Ayu menilai dalam kondisi nyata, masih ada ketidakjelasan. Hanya saja pembagian tugas internal yang jelas itu masih tergantung dengan pribadi ketika dokter internship ditempatkan.
“Memang perlu dievaluasi lagi sih, akan lebih baik lagi jika pendamping internship dokter spesialis,” kata Ayu.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan Usman Sumantri membenarkan jika terjadi rebutan saat mendaftar program internship dokter. Ia mengatakan saat ini program internship dibuka empat kali setiap tahun. Ada mekanisme yang diatur agar pembagian lokasi bisa tepat.
“Waktu memilih lokasi rebutan karena kami harus adil betul. Lokasinya juga kami detailkan, ada yang memang favorit untuk dipilih, seperti Jakarta, Bali, Surabaya, atau Bandung. Tapi kami atur ada persentase sekitar 70-80 persen terisi oleh lulusan daerah situ, sisanya lintas daerah,” kata Usman.
Tidak hanya itu, masa tunggu sebelum internship juga membutuhkan waktu karena menunggu uji kompetensi dokter dan ijazah dikeluarkan. Usman mengatakan waktu tunggu ada yang dua bulan, bahkan lebih, bisa 4-6 bulan. Waktu tunggu internship dihitung setelah mendapat surat tanda registrasi.
Untuk masalah pendamping dokter internship, Usman mengaku sudah memberikan pembekalan lebih dulu di tingkat provinsi. Sebagai penilai, fasilitator, dan motivator peserta internship, pendamping harus memiliki sertifikat dan surat keputusan sebagai pendamping. Satu orang pendamping, kata Usman, hanya boleh mendampingi lima sampai tujuh dokter internship. Namun, ke depan, pemerintah mengupayakan agar program internship dibuka lebih dari empat kali dan menambah biaya bantuan hidup bagi dokter internship.
DANANG FIRMANTO