TEMPO.CO, Jakarta - Program Internship Dokter Indonesia dinilai sangat bermanfaat bagi dokter untuk menumbuhkan sikap mandiri saat melayani masyarakat. Paling tidak hal itu dirasakan Ayu Maharani yang sudah sembilan bulan mengikuti program itu di Rumah Sakit Islam Siti Aisyah, Madiun, Jawa Timur. “Kami dulu waktu pendidikan di bawah supervisi, sekarang terbiasa menghadapi sendiri dan bekerja sama dengan lingkungan kerja,” ujar Ayu saat dihubungi, Ahad, 22 November 2015.
Dokter muda lulusan Universitas Airlangga ini awalnya ingin mendapatkan lokasi internship di Yogyakarta. Alasannya, tempat itu sesuai domisili sehingga dia bisa dekat dengan keluarga. Namun belakangan ia memutuskan memilih Kota Madiun yang satu provinsi dengan kampusnya. “Lulusan Yogya saat itu saja ada lebih dari seratus, dan kuota saat itu setengahnya tidak ada," katanya.
Program Internship Dokter Indonesia dibuat pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 dan perkembangan global dalam etika praktek kedokteran mensyaratkan bahwa pasien tidak boleh dijadikan obyek praktek mahasiswa kedokteran. Hal ini dilakukan untuk menghormati hak-hak asasi pasien.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno menegaskan Program Internship bukan sebagai penempatan, melainkan pemahiran dan pemandirian dokter. Program tersebut sudah dibahas sejak 2003 bersama Ikatan Dokter Indonesia dan Konsil Kedokteran Indonesia. “Sama seperti profesi akuntan, advokat. Namun, kalau mereka bayar sendiri, peserta internship kami bayari,” tuturnya.
Program Internship, kata dia, berbeda dengan program pegawai tidak tetap dokter. Internship dilakukan untuk mendapatkan surat tanda registrasi, sedangkan pegawai tidak tetap dilakukan setelah menyelesaikan internship. Suseno berujar bahwa lokasi pelaksanaan internship selama satu tahun berada di kabupaten, bukan daerah terpencil. Berbeda dengan pegawai tidak tetap yang khusus ditempatkan di daerah terpencil dan sangat terpencil.
DANANG FIRMANTO