TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Setara Institut Ismail Hasni menyayangkan terbentuknya Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas) Bogor Raya yang diketuai oleh Mohammad Nur Sukma. Ismail mengatakan aliansi tersebut akan memicu konflik antar umat beragama berkepanjangan.
"Dari namanya saja sudah menyebarkan kebencian. Indoktrinasi ini menimbulkan konflik di kemudian hari," kata Ismail saat dihubungi Tempo, Minggu, 22 November 2015.
Aliansi Anti Syiah (Annas) Bogor mendeklarasikan terbentuknya kelompok tersebut Minggu, 22 November 2015 siang. Acara yang diselenggarakan di IICC Botani Square Bogor itu dihadiri oleh sekitar 150 orang. Mereka secara terang-terangan menolak berkembangnya kelompok Syiah di Bogor dan mengecam bahwa Syiah bukan bagian dari Islam. "Annas Bogor siap bekerja sama dengan siapapun yang memiliki pandangan dan sikap yang sama terhadap bahaya keberadaan paham Syiah di Indonesia," kata Ketua Annas, Nur Sukma.
Annas rencananya akan menyebarkan ajaran ini kepada masyarakat Bogor termasuk anak-anak usia dini. Musababnya, bagi mereka ajaran Syiah tak seperti ajaran Nabi Muhammad. "Dalam paham mereka menyatakan jika sahabat Rosullah yakni Syidina Abu Bakar dan Sayidina Umar tidak pernah beriman kepada Rosullah, dan mereka pun mencaci-maki para sahabat," kata Sukma.
Ismail Hasni menyayangkan sikap kebencian aliansi tersebut. Menurut Ismail, Annas bisa dikenai pidana jika paham kebencian menimbulkan kekerasan. "Kalau sudah ada kekerasan, aparat harus bertindak."
Ismail Hasni menyarankan Wali Kota Bogor Bima Arya menggelar dialog lintas iman dalam menjembatani konflik antar agama di kota hujan itu. Apalagi, berdasarkan riset Setara Institute, Bogor menempati kota intoleran dari total 10 kota. Tiga peristiwa utama bukti tidak harmonisnya hubungan antar umat beragama kota Bogor yaitu kisruh pembangunan Gereja Kristen Indonesia Yasmin, pelarangan aktivitas jemaat Ahmadiyah, dan pelarangan perayaan Asyura.
"Harus ada dialog lintas iman. Itu berat, tapi kalau ada ketidaksepahaman sudah semestinya ada dialog tanpa menyebar kebencian," kata Ismail.
Ia pun memuji keputusan Bima Arya yang tak hadir dalam deklarasi Annas. Meski pernah mengeluarkan surat edaran pelarangan hari raya Syiah, Ismail menilai Bima telah mencoba meredam konflik. "Dia sudah bisa ambil jarak, mana konstruktif dan mana yang potensial destruktif."
PUTRI ADITYOWATI | SIDIK PERMANA
Baca juga:
Selingkuh Bisnis-Politik Soal Freeport: Begini Nasib Setyo Novanto
Setya Novanto Didesak Mundur: Bila Tak Mau, Ada Ancamannya