TEMPO.CO, Jakarta - Dirjen Pengembangan Daerah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDT) Suprayoga Hadi mengatakan bahwa pencairan dana desa sejumlah Rp 20,7 triliun ke lebih dari 74 ribu desa di Indonesia tahun 2015 sudah mencapai 80 persen. Namun, lamanya penyaluran dana tersebut hingga terbagi dalam 3 tahapan disebabkan oleh birokrasi daerah yang lamban.
“Biasanya yang menjadi masalah daerah adalah pelaporan yang tak lancar, atau sistem verifikasi di tingkat kabupaten yang yang lama.” ujar Suprayoga dalam diskusi ‘Teras Kita’ di gedung Magister Manajemen UGM, Jakarta pada Sabtu, 21 November 2015.
Suprayoga menyebutkan bahwa dana desa belum bisa dicairkan langsung dari pusat ke desa. “Mekanismenya sudah diatur, dana tersebut tak boleh terjun bebas.”
Dana tersebut belum bisa tersalur sepenuhnya pada April lalu karena harus melalui Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Perhitungan tak hanya diperoleh dari Kementerian Keuangan saja, tapi juga dari fasilitator lokal yang sudah disebar Kementerian PDT di tingkat kabupaten untuk mendeteksi berapa jumlah desa yang sudah menerima dana tersebut.
Tahun 2015, sudah ada Rp 16 triliun yang tersalur dalam tiga tahapan. Di tahap I pada April 2015, dana itu tersalur pada sekitar 65 ribu desa. Di tahap II pada Agustus 2015, ada 31 ribu desa yang menerima, dan di tahap III pada akhir Oktober 2015 lalu, sudah ada 64 desa. Sisa 20 persen dana yang ada diharapkan bisa tersalur semua di akhir 2015.
Diskusi bertajuk ‘Dana Desa: Mesin Ekonomi yang Tersandera Birokrasi dan Politik’ yang diadakan oleh Magister Manajemen Universitas Gajah Mada Jakarta itu mengundang sejumlah pembicara yang membahas kontroversi aliran dana desa di Indonesia yang sering dipermasalahkan karena sistem penyalurannya yang lamban dan kurang transparan.
Selain Suprayoga, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati pun hadir dengan sudut pandang berbeda.
YOHANES PASKALIS