TEMPO.CO, Bandung - Sebanyak 72 ribu warga Jawa Barat mengalami gangguan jiwa berat. Hasil riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2013 menunjukkan dari jumlah tersebut, 1.005 penderita hidup dalam pasungan. Masa penyembuhan yang lama membuat pengobatan penyakit tersebut sulit dilakukan secara optimal.
Psikiater Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Teddy Hidayat, mengatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat itu dihitung dari 1,6 per mil dikali total jumlah penduduk. "Dengan populasi hampir 45 juta orang di Jawa Barat, sekitar 72 ribu orang mengalami gangguan jiwa berat atau biasa disebut orang sebagai gila," katanya, Sabtu, 21 November 2015.
Menurut Teddy, pasien gangguan jiwa berat itu tersebar merata di semua kabupaten dan kota. Masalahnya sampai sekarang, keberadaan pasien tersebut umumnya tidak diketahui. "Mereka ini siapa, alamatnya di mana, tidak ada datanya persis di Dinas Kesehatan dan instansi lain," ujarnya.
Tanpa kejelasan data seperti itu, tim medis dari RS Hasan Sadikin yang turun ke lapangan misalnya, kesulitan membantu pengobatannya. Solusi sementara, kata Teddy, mereka mengerahkan para kader kesehatan atau desa untuk mencari dan mendata pasien gangguan jiwa berat di kampung-kampung. "Sebulan cari di desa di Sumedang misalnya, dapat 24 orang pasien," katanya.
Di beberapa daerah lain tercatat sekitar 20-30 orang pasien. Dari data lain, pasien yang berobat ke pusat kesehatan masyarakat hanya sekitar 5 persen. Rumah sakit umum atau daerah berkisar 4,5 persen, ke panti rehabilitasi sekitar 1,2 persen. "Sisanya lebih banyak di pesantren yang belum tentu minum obat," ujarnya.
Penyembuhan pasien gangguan jiwa berat, kata Teddy, berlangsung lama, sekitar dua-lima tahun. Caranya dengan rajin minum obat setiap hari. Penolakan pasien bisa diakali dengan pengobatan suntikan sebulan sekali. "Harganya ada yang dari Rp 50 ribu sampai ratusan ribu per kali suntik," ujarnya.
ANWAR SISWADI