TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain enggan buka-bukaan ihwal penanganan pidana terhadap Setya Novanto atas pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait dengan negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport. Menurut dia, kalaupun memulai menelaah kasus itu, KPK pasti melakukannya secara diam-diam.
"Itu bisa ada laporan atau tanpa laporan melalui proses yang silent," kata Zulkarnain di Bogor, Jumat malam, 20 November 2015. "Saya belum mau berkomentar terlalu jauh. Didalami itu tentu tidak terbuka."
Zulkarnain mengaku kedatangan Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Said Didu kemarin ke KPK bukan untuk melaporkan politikus tersebut. Menurut dia, KPK mendengar penjelasan Said tentang aturan kontrak Freeport dari segi etika dan hukum. "Ada hal yang tidak benar, secara hukum bagaimana, kalau ketentuan etika bagaimana," ucapnya.
Kontrak karya PT Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021. Aturannya, kontrak itu akan dibahas dua tahun sebelum jatuh tempo, yakni pada 2019.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pemimpin DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Menurut dia, pemimpin Dewan itu mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden saat menjanjikan melempengkan negosiasi perpanjangan kontrak karya Freeport.
Baca Juga:
Menteri ESDM menuturkan pencatut nama Presiden dan Wakil Presiden meminta saham 20 persen Freeport. Saham itu akan dibagikan kepada Jokowi sebesar 11 persen dan Kalla 9 persen. Presiden pun berang, disusul pernyataan Jusuf Kalla yang mendorong supaya pencatut namanya dan Jokowi diproses hukum.
LINDA TRIANITA