TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, berubah pikiran soal proyek rel kereta api yang semula peruntukannya hanya untuk pengangkutan batu bara. Dia beranggapan rel kereta api Kalimantan Timur semestinya juga bisa berfungsi ganda sebagai alat transportasi manusia.
"Ide awalnya alat angkut batu bara saja, tapi sekarang saya berubah pikiran dan seharusnya bisa untuk transportasi manusia juga," kata Awang dalam ground breaking proyek rel kereta api di Kalimantan Timur, Kamis, 19 November 2015.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah menandatangani kesepakatan pembangunan rel kereta api senilai Rp 72 triliun yang menghubungkan Kutai Barat, Paser, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan. Pemerintah daerah menggandeng investor asing, yaitu Russian Railways dalam pembangunan rel kereta api sepanjang 183 kilometer.
Awang mengatakan, masyarakat Kalimantan Timur sudah membutuhkan sarana transportasi massal yang menghubungkan kota/kabupaten di wilayahnya. Dia menyebutkan, sejumlah daerah di Kalimantan Timur masih terisolasi dari sarana transportasi murah.
Rel kereta api ini, kata Awang, memudahkan distribusi industri Kalimantan Timur, seperti batu bara, crude palm oil, dan hasil budi daya hutan lainnya. Adanya rel kereta api diyakini dapat mendongkrak perekonomian Kalimantan Timur di masa mendatang.
Sehubungan itu, Awang meminta pemerintah menyesuaikan peraturan pemerintah soal pengembangan sarana transportasi kereta api di daerah. Menurutnya, harus ada campur tangan pemerintah pusat dalam merealisasikan pengembangan transportasi kereta api di Kalimantan Timur.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya menegaskan komitmen pemerintah pusat dalam pengembangan sistem transportasi massal di luar Jawa. Dia menyebutkan, proyek pengembangan kereta api sedang dikembangkan di Sulawesi dan Sumatera.
"Kita lihat saja progres kereta api mana yang duluan selesai, antara Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan,” ujarnya.
Perihal revisi peraturan yang sekiranya bisa menghambat iklim investasi di daerah akan dibicarakan.
"Kita sendiri yang membuat peraturan pemerintah dan menteri ini, tentu bisa kita pertimbangkan," paparnya.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menentang rencana Kalimantan Timur membangun rel kereta api batu bara yang bekerja sama dengan Russian Railways. Pembangunan rel kereta api ini hanya akan memperparah eksploitasi industri batu bara di Kalimantan Timur.
"Kandungan batu bara Kalimantan Timur segera habis dengan adanya rel kereta api ini," kata Dinamisator Jatam Kalimantan Timur, Merah Johansyah.
Rel kereta api membuat produksi batu bara Kalimantan Timur melonjak hingga 3 kali lipat dibandingkan sebelumnya. Produksi batu bara daerah tersebut saat ini sebesar 200 juta metrik ton per tahun atau 45 persen total produksi nasional.
Merah beranggapan, kereta api batu bara sepanjang 183 kilometer hanya akan menguntungkan 377 perusahaan pertambangan Kalimantan Timur. Rel kereta api yang membelah Kutai Barat, Paser, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan ini juga berpotensi menyebabkan bencana lingkungan dengan adanya galian sisa pertambangan batu bara.
SG WIBISONO