TEMPO.CO, Yogyakarta - Perpustakaan terpadu DIY di komplek Jogja Expo Center (JEC) yang mestinya rampung akhir 2012 lalu akhirnya akan diresmikan 21 Desember mendatang, oleh Gubernur Sultan Hamengku Buwono X.
YOGYAKARTA – Pembangunan gedung perpustakaan terpadu DIY, di komplek Jogja Expo Center (JEC) yang mestinya rampung akhir 2012, akhirnya akan diresmikan 21 Desember mendatang oleh Gubernur Sultan Hamengku Buwono X.
Perpustakaan yang proses pembangunannya sempat dihentikan untuk menunggu proses peradilan perdata antara Pemerintah DIY dengan PT Ampuh Sejahtera, selaku kontraktor, menyediakan perpustakaan Braille khusus tuna netra. “Itu kabar baik. Tapi sejauh mana perpustakaan itu didesain aksesibel untuk tuna netra. Tidak cukup hanya braille,” kata tim advokasi Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigap), Muhammad Syafi'ie, yang dihubungi Tempo, Kamis (19/11).
Desain bangunan yang aksesibel tersebut harus integratif dengan penyandang difabel lain. Misalnya, disediakan ubin pemandu (guiding block) antar ruang, ada ramp dengan kemiringan 7-10 derajat, pintu lebar, juga letak loket yang tidak terlalu tinggi. Khusus tuna netra juga disediakan perpustakaan braille mau pun electronic file. “Ada sarana prasarana yang menopang dan pelayanan petugas yang ramah kepada difabel,” kata dia.
Berdasarkan data terakhir Dinas Sosial DIY 2011, jumlah difabel di DIY mencapai 29.110 orang. Dari angka itu, jumlah tuna netra mencapai 3.917 orang. Sejauh ini, menurut Syafi’ie, perpustakaan yang aksesibel untuk tuna netra, ada di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY, Budi Wibowo, saat ditemui di Kepatihan, Yogyakarta, menjelaskan tidak hanya Braille, melainkan juga lima unit komputer yang dilengkapi software Jobs Acces With Speech (JAWS). “Toilet pun ada yang didesain khusus mereka,” kata dia.
Pada 2015, pembangunan gedung itu mendapat kucuran dana Rp 23 miliar dari APBD DIY. Dana tersebut untuk interior Rp 16 miliar, konstruksi Rp 4 miliar yang meliputi Rp 2 miliar untuk perbaikan kerusakan akibat penghentian pembangunan dan Rp 2 miliar untuk penambahan konstruksi. Serta Rp 3 miliar untuk taman.
Selain ruang perpustakaan Braille, perpustakaan itu juga mengoleksi buku-buku umum, digital, langka, dan jurnal. Jumlahnya mencapai sekitar 400 ribu judul, ditambah 300 ribu judul e-book. Selain itu ada auditorium, amphiter, ruang bermain anak, juga ruang bedah teknologi, untuk mengaplikasikan teknologi tepat guna hasil penelitian yang dibukukan. “Bagaimana pun minat baca di DIY masih rendah. Meski lebih tinggi dari rata-rata nasional,” kata Budi.
Indeks orang membaca di Indonesia ada 0,01 orang, artinya dalam 1.000 penduduk hanya 1 orang yang membaca. Sedangakan indeks di DIY ada 0,49 yang berarti dalam 1.000 penduduk ada 49 orang membaca. Berdasarkan standar Unesco, 1 orang membaca 7 judul buku setahun. Sedangkan di Indonesia, 1 judul buku dibaca 8 ribu orang. “Satu koran saja dibaca 45 orang di Indonesia,” kata Budi. PITO AGUSTIN RUDIANA