TEMPO.CO, Jakarta - Tahanan politik (tapol) Papua, Filep Karma, 56 tahun, mengungkapkan betapa kaget dirinya setelah mendadak dipaksa meninggalkan kamar selnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura, Papua. Ia bahkan tidak diberi tahu alasan dirinya mendadak dipaksa meninggalkan "rumah" yang dihuninya selama sebelas tahun itu.
"Terus terang saya syok karena dipaksa keluar dari LP. Semua pejabat LP mendesak saya," kata Filep Karma kepada Tempo melalui telepon, Kamis petang, 19 November 2015.
Filep mengaku berusaha menolak keluar dari LP. Sebelumnya, Filep konsisten menolak pemberian remisi maupun grasi untuk mengurangi masa hukumannya. "Saya tidak mau keluar. Sebab, dalam benak saya, saya mempersiapkan diri sampai 2019 (akhir masa hukumannya)," ujar tokoh pejuang kemerdekaan Papua yang menggunakan cara damai itu.
Pengadilan menghukum Filep Karma selama 15 tahun penjara dalam kasus makar. Peristiwa yang menjeratnya sebagai pelaku makar adalah pengibaran bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2004 di Lapangan Trikora, Abepura.
Menurut Filep Karma, ia sempat berbicara kepada para petugas LP untuk bersikap manusiawi kepadanya dan memberinya tenggang waktu dua minggu untuk mempersiapkan diri keluar dari penjara. "Coba kalian tinggal di sebuah rumah sudah sebelas tahun tiba-tiba diusir keluar. Seperti apa perasaanmu? Sedangkan binatang yang mau dikembalikan ke hutan saja perlu ada proses adaptasi. Kok, saya diperlakukan lebih jelek dari binatang?" tutur Filep.
Namun petugas LP tidak menanggapi permintaannya. Ia pun terpaksa keluar dari LP pada Kamis, 19 November 2015, sekitar pukul 10.00 WIT. Meski, menurut Filep Karma, seharusnya ia keluar dari LP Abepura kemarin, 18 November 2015. "Saya syok betul."
Filep, yang mengaku sedang berada di rumah, enggan menjawab pertanyaan Tempo lebih lanjut. Namun ia berjanji akan memberikan keterangan pers pada pekan depan untuk detail tentang pembebasan dirinya. "Saya belum siap. Saya perlu cooling down. Saya perlu ketenangan. Saya minta maaf," ucapnya.
MARIA RITA