TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad mengatakan masih menunggu laporan resmi dari PT Pertamina (Persero) terkait dengan dugaan intervensi Ketua DPR Setya Novanto ke perusahaan minyak pelat merah itu.
"Tunggu laporan resmi, baru kami proses," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 18 November 2015. "Prosesnya sama seperti kasus Freeport yang kami tangani."
Dasco tidak menjelaskan secara rinci penanganan kasus yang terkait dengan PT Freeport Indonesia. Masalah ini dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pada Senin lalu. Sudirman melaporkan Setya ke Mahkamah karena diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk pembicaraan soal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Surat atas nama Setya itu ditujukan ke Direktur Utama PT Pertamina. Surat berkop DPR itu ditujukan kepada Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto. Pada surat tertanggal 17 Oktober 2015 itu, Setya Novanto menyertakan sejumlah lampiran. Dalam surat itu, Setya Novanto meminta PT Pertamina membayar biaya penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) pada PT Orbit Terminal Merak (OTM), rekanan PT Pertamina, dalam menyimpan bahan bakar.
Ada sejumlah dokumen yang dilampirkan dalam surat itu. Misalnya, notulensi rapat negosiasi awal antara Pertamina dan PT Orbit Terminal Merak, soal penyesuaian kapasitas tangki timbun di PT Orbit Terminal Merak, surat review kerja sama pemanfaatan terminal BBM Merak, dan lainnya. Dalam surat itu, Setya Novanto juga menyinggung Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya yang kini sebenarnya ditempati Ahmad Bambang.
"Sesuai dengan pembicaraan terdahulu dan informasi dari bapak Hanung Budya Direktur Pemasaran dan Niaga, sekiranya kami dapat dibantu mengenai addendum perjanjian jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan Bahan Bakar Minyak di Terminal Bahan Bakar Minyak antara PT pertamina (Persero) dengan PT Orbit Terminal Merak yang sudah bapak terima beberapa minggu lalu," tulis surat Setya Novanto.
Kepala Bagian Tata Usaha Ketua DPR Hani Tapahari mengatakan surat Setya itu palsu. "Tidak ada nomor surat dan tanda tangan Ketua DPR," kata dia. "Palsu."
Selain itu, menurut Hani, setelah berkonsultasi ke Setya, dia bisa menyatakan ada perbedaan surat yang beredar dengan surat resmi. Yakni, kop surat asli Ketua DPR selalu berada di sisi kiri, tidak pernah berada di posisi tengah seperti yang beredar.
HUSSEIN ABRI YUSUF