Badan Pusat Statistik mencatat angka kenaikan ekspor kayu dan barang dari kayu di Jawa Timur. Pada 2013, angkanya sebesar USD 87,93 juta. Tahun berikutnya, 2014, angka ini naik menjadi USD 97,25 juta. Trend kenaikan juga dirasakan tahun ini. Pada Februari 2015 angka ekspor kayu dan barang dari kayu mencapai USD 76,12 juta. Berdasarkan data September lalu, angka ekspor kayu dan barang itu naik menjadi USD 97,26 juta.
Secara nasional, ekspor bahan dari kayu juga melonjak. Data dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI menunjukkan, ekspor produk industri kehutanan menggunakan dokumen V-Legal pada 2013, tercatat sebesar US$ 6,1 miliar. Setahun berikutnya jumlahnya meningkat 8 persen menjadi US$ 6,6 miliar. Hingga September 2015, angka ekspor dari jenis ini sudah menjadi US$ 8 miliar atau melonjak 21,7 persen.
Tujuan ekspor industri kehutanan Indonesia tahun 2015, yang terbesar (atau 65,5 persen) ke pasar Asia, Amerika Utara (12,11%), dan Uni Eropa (9,27 %). Produk terbanyak yang diekspor berupa panel dan woodworking sebesar US$ 2,8 miliar, disusul paper US$ 2,4 miliar, furniture dan kerajinan US$ 1,4 miliar dan pulp US$ 1,3 miliar.
Communication Advisor Asosiasi Pengusaha Meubel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Robert Wijaya, membenarkan bahwa SVLK dapat meningkatkan daya saing ekspor produk kayu Indonesia. Sebab, negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa Australia, dan Amerika hanya mau menerima kayu yang legal. “Jadi, dengan sertifikat kayu legal, bisnis pun jadi legal,” kata Robert dihubungi Tempo, 5 November 2015.
Naiknya nilai ekspor, kata Robert, menunjukkan produk kayu Indonesia tak terpengaruh resesi ekonomi global. Pasar internasional lebih memilih produk Indonesia ketimbang negara lain yang belum menerapkan sertifikat legalitas kayu. Implementasi SVLK, kata dia, bisa memberikan gambaran pada dunia bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen pada kelestarian hutan.
Masalahnya, kata Robert, industri mebel di Indonesia didominasi oleh usaha kecil menengah yang bermodal kecil dan tak punya legalitas usaha. Legalitas usaha, seperti izin mendirikan bangunan (IMB), izin ganggugan (HO), surat izin usaha perdagangan (SIUP), diterbitkan oleh pemerintah daerah. Bila UKM mebel tersebut tak punya legalitas usaha, maka otomatis tak bisa mengurus SVLK. “Bagaimana dia akan mengurus SVLK kalau izin usaha saja tak punya,” tanya Robert.
Menurut Robert, hanya segelintir pemerintah daerah yang peduli pada percepatan SVLK. Di Jawa Timur, baru pemerintah Kota Pasuruan, Jombang, Surabaya dan Lumajang yang memberikan kemudahan bagi IKM/UKM kayu mengurus izin legalitas usaha. Kemudahan tersebut berupa subsidi pembiayaan hingga percepatan prosesnya. Ia meminta pemerintah daerah serius membantu agar pada 2016 mendatang lebih banyak IKM/UKM kayu yang mendapatkan sertifikat kayu legal.