SVLK merupakan suatu sistem yang menjamin kelestarian pengelolaan hutan atau legalitas kayu. Pelaku usaha yang melaksanakan sistem ini akan memperoleh SLK. Dengan berbekal sertifikat ini pelaku usaha dapat mengekspor barangnya ke sejumlah negara, terutama yang peduli terhadap isu kelestarian hutan.
Peningkatan permintaan setelah pemberlakuan SVLK, juga dialami penggergajian PT Maju Jaya Plywood. Menurut pemiliknya, Cahyadi, sejak perusahaannya memperoleh sertifikat pada Juni 2015, permintaan atas kayunya meningkat antara 5-10 persen. “Sebelumnya hanya melayani 10 perusahaan, tapi sekarang sudah 15 perusahaan furniture,” katanya.
Cahyadi menjelaskan, SVLK membuka pasar lebih luas bagi usahanya. Sebelum memegang sertifikat, PT Maju Jaya hanya terbatas melayani mebel lokal. Kini, kata Cahyadi, ia lebih leluasa memasok barang ke perusahaan-perusahaan yang berskala ekspor.
Pada usaha hilir, yakni furniture, ekspor juga meningkat 10 persen setelah Indonesia memberlakukan SVLK. Asisten Teknikal PT Warisan Eurindo, Didik Suharyo menjelaskan, perusahaannya tahun ini mengekspor hampir 2 ribu meter kubik furniture ke sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat dan Afrika.
PT Warisan masih menggunakan dokumen Deklarasi Ekspor (DE) untuk memasuki pasar global. Sebab, proses sertifikasi yang diurus sejak April lalu belum rampung. DE diberikan bagi industri kecil menengah yang belum bersertifikat tapi harus segera ekspor. Namun kebijakan DE ini hanya berlaku hingga akhir 2015. Artinya, per 1 Januari 2016 seluruh pelaku usaha kayu sudah harus bersertifikat untuk mengekspor barangnya.
Meski begitu, menurut Didik, perusahaan yang berdiri sejak 1992 ini bisa merasakan dampak tak langsung implementasi SVLK. Salah satunya adalah meningkatnya permintaan dari pasar global. “Buyer memilih produk Indonesia karena dianggap serius dalam mengelola hutan dan legalitas kayu,” kata Didik, 3 November 2015 lalu.
Didik menjelaskan, pesaing berat usaha furniture Indonesia di pasar ekspor adalah Cina. Tapi Indonesia diuntungkan karena ketersediaan bahan bakunya lebih melimpah. Salah satu persoalannya, kata Didik, tingginya ilegal logging membuat negara-negara pesaing menjadi mudah mendapatkan pasokan kayu dengan harga lebih murah. Otomatis harga produknya juga jadi lebih rendah.
Didik optimistis berbagai persoalan ilegal logging bisa diselesaikan dengan SVLK, termasuk bagi industri di dalam negeri. SVLK, kata dia, membuat posisi tawar Indonesia di pasar internasional lebih tinggi dibandingkan negara-negara produsen lain yang belum punya skema legalitas kayu. “Persaingan usaha di luar dan dalam negeri menjadi lebih sehat,” katanya saat ditanya soal untung rugi adanya SVLK.