TEMPO.CO, Balikpapn - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menolak rencana pembangunan rel kereta api batu bara kerja sama antara pemerintah Kalimantan Timur (Kaltim) dan Rusian Railways. Keberadaan rel kereta api dikhawatirkan hanya mempercepat ludesnya stok kandungan batu bara di Kaltim.
“Stok batu bara di Kaltim segera habis dengan adanya rel kereta api ini,” kata aktivis Jatam Kaltim, Merah Johansyah pada Rabu, 18 November 2015.
Merah memperkirakan, adanya rel kereta api membuat produksi batu bara Kaltim melonjak hingga tiga kali lipat dibandingkan sebelumnya. Produksi batu bara Kaltim ialah 200 juta metrik ton per tahun atau 45 persen total produksi nasional.
Stok kandungan batu bara Kaltim, kata Merah, hanya tersisa sebanyak 8 miliar metrik ton. Menurut dia, kandungan batu bara ini diprediksi akan habis dalam kurun waktu 15 tahun mendatang dengan adanya rel kereta api Kaltim. “Pada 2030 mendatang, sudah tidak akan ada lagi batu bara tersisa di Kaltim,” tuturnya.
Merah beranggapan kereta api batu bara sepanjang 183 kilometer hanya menguntungkan 377 perusahaan pertambangan Kaltim. Padahal rel kereta api membelah Kutai Barat, Paser, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan berpotensi menyebabkan bencana lingkungan adanya galian sisa pertambangan batu bara.
Proyek rel kereta senilai Rp 50 triliun disebut-sebut melewati hutan alam primer, sekunder, hingga hutan lindung di Kutai Barat dan Paser. Rel kereta api ini juga melewati dua kawasan hutan produksi terbatas dan Hutan Lindung Sungai Wain sebagai sumber air baku Balikpapan.
Merah mengatakan pemerintah daerah tidak pernah menyosialisasikan proyek rel kereta api batu bara ini pada masyarakat. Menurut dia, masyarakat Kaltim harus juga dimintai pendapat soal rel kereta api batu bara.
Seluruh pembeli batu bara yang berasal dari Kutai Barat, Paser, dan Penajam Paser Utara adalah negara-negara asing. Mereka di antaranya adalah Taiwan, Malaysia, Italia, Jepang, India yang merupakan pembeli dari Group Bayan, sedangkan Singlurus Pratama menjual batu baranya untuk Cina, Hong Kong, India, Korea, Taiwan, dan Thailand.
SG WIBISONO