TEMPO.CO, Semarang - Meski menang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, warga penolak pendirian pabrik semen di Pati, Jawa Tengah, tak menggelar syukuran atas kemenangan itu. Salah satu tokoh sedulur sikep di Pati, Gunretno, menyatakan, tak ada syukuran atas dikabulkannya gugatan warga tersebut. “Menang ora bungah, kalah ora susah (menang tidak senang, kalah tidak sedih),” kata Gunretno kepada Tempo, Rabu, 18 November 2015.
Gunretno sudah meminta ke warga penolak pabrik semen di Pati agar jangan membuat manuver syukuran-syukuran yang membuat tidak simpatik. “Hanya senang saja tapi enggak kebablasan,” kata Gunretno.
Tak ada aktivitas khusus pascaputusan PTUN Semarang. Sejumlah warga penolak pabrik semen, kata Gunretno, hari ini kembali mencangkul ke sawah. Apalagi, saat ini juga sudah mulai datang musim hujan.
Kata Gunretno, banyak area sawah yang sempat tidak digarap secara total karena warga sibuk melakukan berbagai upaya menolak pendirian pabrik semen.
Termasuk wira-wiri dari Pati ke Semarang untuk mengikuti persidangan di PTUN. Sejak gugatan dilayangkan pada Mei 2014, sudah ada 27 kali persidangan. Setiap persidangan, ada saja warga penolak yang berombongan ke Semarang naik truk atau bus untuk mengawal sidang di PTUN Semarang.
Pada Selasa, 17 November 2015, hakim PTUN Semarang mengabulkan gugatan warga atas surat keputusan Bupati Pati Nomor 660.1/4767/2014 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan lempung.
Gunretno mengaku warga penolak semen sempat cemas. Selain itu, perjuangan yang panjang juga membuat warga penolak pabrik semen sangat lelah. Belum lagi, sidang pembacaan putusan berlangsung selama tujuh jam lebih dari pukul 10.00 hingga 17.48 WIB.
Mereka trauma dengan putusan PTUN Semarang yang menolak gugatan warga atas pendirian pabrik semen di Rembang. “Tapi, pada akhirnya Kendeng menjemput keadilan benar-benar sesuai harapan,” kata Gunretno.
ROFIUDDIN