TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Masinton Pasaribu, menilai lobi antara pejabat pemerintah dan PT Freeport bukan hal baru. Ia bahkan mengatakan hal ini pernah dimuat alah satu media di Amerika. "Pola pendekatan PT Freeport ke aparat Indonesia ya lobi-lobi berupa pemberian," katanya di Jakarta, Selasa, 17 November 2015.
Perjanjian untuk memberikan barang, menurut Masinton, sering terjadi. Karena itu, selain mengkritisi tindakan Ketua DPR Setya Novanto, transaksi yang dilakukan PT Freeport harus diungkap.
Dalam perkara yang menjerat salah satu pemimpin DPR itu, Masinton beranggapan bisa saja PT Freeport menyerahkan rekaman itu lantaran perjanjiannya kurang cocok. "Mungkin karena kebesaran saja jumlahnya. Saya menduga itu," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said membeberkan pencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak PT Freeport. Dalam surat tersebut disebutkan nama Setya Novanto sebagai pihak yang mencatut nama Jokowi dan Kalla.
Menurut Sudirman, pencatut itu meminta Freeport memberikan saham sebanyak 20 persen. Nilai ini kemudian akan dibagi. Sebanyak 11 persen akan diberikan kepada Presiden dan sisanya, 9 persen, untuk Wakil Presiden. Selain itu, dia meminta saham sebesar 49 persen dalam proyek listrik yang dibangun di Timika.
Baca Juga:
MAWARDAH NUR HANIFIYANI
Baca juga:
Teror Paris: Inilah 5 Kejadian Baru yang Menegangkan (update!)
Setya Novanto Beraksi, Inilah Transkrip Catut Nama Jokowi