TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan sudah menerima hasil audit Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). KPK mulai menelaah laporan tersebut. "Ada audit dari Australia dan ada dari audit BPK. Kami sedang mempelajari keduanya," ujar juru bicara Komisi Pemberantasan Korups,i Yuyuk Andriati Iskak, di gedung KPK, Selasa, 17 November 2015.
Yuyuk menjelaskan, KPK mengkaji dugaan tindak pidana korupsi dan kerugian negara dalam audit tersebut. "Apa kesalahan yang terjadi dalam proses itu? Siapa pejabatnya? Siapa yang mendapat keuntungan dari itu? Kami akan pelajari data-data yang sudah diterima," kata Yuyuk.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengaku menyerahkan hasil audit forensik Petral ke KPK, Senin, 16 November 2015. Penyerahan hasil audit Petral ke lembaga antirasuah itu menyusul adanya permintaan dari KPK pada Jumat pekan lalu.
Permintaan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Pertamina. "Karena KPK minta laporannya, kami kirim sesuai permintaan," ujarnya di Lapangan Banteng.
Hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, ada beberapa perusahaan yang memasok minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Pertamina (Persero) melalui Petral pada periode tersebut. Namun, setelah diaudit, kata Sudirman, semua pemasok tersebut berafiliasi pada satu badan yang sama. Badan itu menguasai kontrak US$ 6 miliar per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai US$ 40 miliar.
“Ini nilai kontrak yang mereka kuasai, bukan keuntungan,” kata Sudirman pada, Selasa 10 November 2015.
REZKI ALVIONITASARI | DEVY ERNIS