TEMPO.CO, Semarang - Suara tangis dan histeris pecah di ruang utama sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, Selasa, 17 November 2015. Saat hakim mengucapkan "mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya", ibu-ibu yang sejak siang hari menunggui persidangan langsung saling berpelukan. Mereka menangis mentitikkan air mata tanda bahagia. Suara pekik "Hidup Kendeng, kendeng lestari" juga membahana di ruang persidangan.
Suasana histeris dan teriakan yel-yel juga terdengar di depan Kantor PTUN Semarang. Saat mereka sudah mengetahui gugatan dikabulkan, warga yang tadinya hanya duduk-duduk langsung serentak berdiri. Wajah lelah warga pengunjuk rasa terobati setelah hakim memutuskan mengabulkan gugatan.
Maklum, sejak pukul 10.00 WIB, pengunjuk rasa harus berjalan kaki dari Museum Ronggowarsito menuju ke Kantor PTUN Jalan Abdurrahman Saleh Semarang yang berjarak sekitar 5 kilometer. Apalagi, di antara mereka ada sekitar 200 warga yang sudah berjalan kaki dari Pati ke Semarang sejak Ahad malam lalu.
Mereka menempuh jalan kaki sepanjang 122 kilometer. Sampai di PTUN pukul 10.30 WIB, warga harus menunggu cukup lama. Panas terik matahari tak menghalangi warga untuk tetap setia menunggu putusan hakim. Jam demi jam mereka lewati. Tak dinyana, pembacaan putusan hakim baru rampung pukul 17.48 WIB.
Selama pembacaan putusan itu, beberapa warga di dalam ruang sidang juga terlihat matanya berkaca-kaca. Mereka terharu setelah bersidang sebanyak 27 kali dengan waktu sejak 19 bulan lalu, tepatnya pada Mei 2014.
Hasilnya, selain mengabulkan gugatan warga, hakim yang diketuai Adi Budi Sulistyo dengan anggota Ery Elvi Ritonga dan Wardoyo Wardana juga memutuskan izin lingkungan yang dikeluarkan Bupati Pati bernomor 660.1/4767/2014 yang terbit 8 Desesmber 2014 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik semen serta penambangan batu gamping dan lempung oleh PT SMS, batal demi hukum dan harus dicabut.
Di antara ibu-ibu yang setia menunggu itu, ada seorang ibu bernama Kanah yang berdiri di ruang persidangan sejak pukul 13.00 hingga selesai pembacaan putusan. Kanah masuk dalam daftar warga yang ikut jalan kaki dari Pati. Di dalam ruang sidang, ia mengenakan caping bertuliskan: "Tolak Semen". Di punggungnya dicantoli tas yang terbuat dari sak warna putih, bekas wadah beras. Di dalam sak itulah, Kanah menaruh bekal seperti air minum. Dua kayu ia jejerkan didalam sak untuk memasang bendera merah putih dan bendera JMPPK warna hitam.
Oleh keluarganya, Kanah sempat disuruh untuk duduk. Tapi, Kanah menolak. "Hati saya belum tenang," kata Kanah. Ia baru beranjak dari tempatnya berdiri saat hakim selesai membacakan putusan. "Alhamdulillah," katanya sambil menangis.
ROFIUDDIN