TEMPO.CO, Balikpapan - Habitat orangutan makin terancam dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. "Kebijakan perkebunan kontraproduktif dengan program konservasi perlindungan orangutan," kata Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Yaya Yaradin, pada Selasa, 17 November 2015.
Menurutnya, perkebunan sawit tidak pernah mendukung program konservasi orangutan. Dia menyebut paling banyak hanya 5 persen perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang mendukung program konservasi orangutan.
Perusahaan-perusahaan tersebut tidak mengusik keberadaan hutan konservasi yang berada di sekitar wilayah konservasi mereka. Hutan tersebut jadi habitat orangutan yang dilindungi.
Menurut Yaya, ada ketidaksinkronan penanganan program konservasi dengan kebijakan perizinan perkebunan. Program konservasi jadi kewenangan pemerintah pusat, sedangkan perkebunan jadi wilayah kekuasaan pemerintah daerah.
Yaya menyatakan harus ada konektivitas antara program konservasi dan area perkebunan sawit. Hal itu guna mengantisipasi agar orangutan tidak berpindah dari area konservasi ke perkebunan sawit. "Agar orangutan tidak menjadi hama bagi perkebunan," tuturnya.
Dia menyayangkan karena sejak tahun 2007, pemerintah pusat merancang program SERAK, yakni strategi rencana aksi konservasi orangutan. Program ini akan berakhir tahun 2017.
Sayangnya, program tersebut tidak bersinergi dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah. "Kini justru pusat rehabilitasi orangutan semakin banyak, atau orangutan yang dirawat di pusat rehabilitasi juga terus bertambah," ujarnya.
Dia menambahkan, program konservasi orangutan tidak bisa hanya dilakukan pemerintah. Bagaimana mendorong swasta, peneliti, dan perguruan tinggi untuk sama-sama melakukan konservasi terpadu.
SG WIBISONO