TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh senior Partai Golkar, Abdul Latief, mengatakan persoalan dualisme Partai Golkar berada pada rasa tidak puas dua kubu yang mengaku kepengurusannya sah. "Masing-masing kubu merasa kepengurusannya yang sah, lalu dibawa ke pengadilan, ada keputusan, tetapi tidak puas. Golkar muda ini yang teraniaya," kata pemilik A Latief Corporation-pengelola jaringan retail Pasar Raya, seusai berjumpa dengan golongan muda Golkar di Pasar Raya Blok M, Jakarta, Ahad, 15 November 2015.
Menurut Latief, Golkar saat ini sudah kehilangan etika dan moralnya. "Dari etika moral, kita sudah kalah," kata Latief yang pernah menjadi Menteri Tenaga Kerja.
Latief berujar, Golkar harus bersatu lagi agar kuat dengan cara bermusyawarah. "Yang paling baik dan benar adalah musyawarah."
Latief menambahkan, bahwa semua kader harus diberi kesempatan yang sama. "Harus legowo, bersih, dan fair. Agung dan Ical maju lagi boleh, asal fair," katanya.
Ia mengaku baru kemarin Jumat dihubungi oleh golongan muda Golkar. "Sebagai senior saya harus menampung untuk bertemu kubu Aburizal dan Agung," kata Latief.
Saat ini, Latief berharap hanya ingin melihat Munas Golkar yang bersih dan memunculkan kader muda. Golkar harus memberikan kesempatan untuk kader mudanya. "Kader muda Golkar musti solid dulu. Mereka yang mempersatukan."
Ia bercerita pada masanya, Golkar memberi kesempatan kaum muda untuk maju. "Saya ketika umur 33-34 tahun, yang muda harus bersatu kalau gak bersatu ya gak akan menang," katanya.
ARKHELAUS WISNU