TEMPO.CO, Semarang - Langkah Universitas Diponegoro melarang diskusi LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) yang digelar Lembaga Pers Mahasiswa Gema Keadilan ditentang alumninya. Dengan menggunakan grup di media sosial, para alumni menggalang petisi dan surat terbuka yang ditujukan kepada Rektor Undip Yos Johan Utama.
“Ini merupakan aksi moral untuk mendukung kebebasan bagi seluruh sivitas akademika, tanpa halangan dari pihak mana pun, termasuk pejabat kampus,” demikian penggalan pada surat terbuka tersebut, yang disebarkan di media sosial. Sejak diluncurkan pada Sabtu, 14 November 2015, hingga Ahad pagi, 15 November 2015, sudah ada sekitar 150 alumni yang menandatangani petisi online tersebut.
Alumni Fakultas Hukum Undip 1996, Aharjunantio, menyatakan seharusnya kampus sebagai lembaga akademis menghargai kebebasan. “Rektor Undip tak bisa mempertahankan otonomi kampus. Ditekan ormas saja sudah takluk,” kata Aharjunantio.
Dalam surat terbuka, alumni juga mendukung para mahasiswa untuk terus mempertahankan mutu pendidikan dan iklim intelektual kampus yang lebih baik. Terlepas dari tema diskusi yang dianggap merupakan isu sensitif, pada prinsipnya para alumni tidak sependapat dengan langkah kampus membatasi kebebasan berserikat, berkumpul, dan berdiskusi.
Sebelumnya, pada Kamis sore, 12 November 2015, mahasiswa Undip batal menggelar diskusi bertema LGBT karena dilarang rektor dan dekan. Rektor Universitas Diponegoro Semarang Yos Johan Utama menyatakan diskusi batal karena tidak ada izin dari dekan. “Harus ada izin. Apalagi juga mengundang pihak luar,” ujarnya.
Pelarangan ini juga tak lepas dari tekanan salah satu ormas bernama Jamaah Anshorus Syariah Semarang. "LGBT itu secara hukum bertentangan dengan norma-norma agama dan negara Indonesia," tutur Ketua Jamaah Anshorus Syariah Semarang Danang Setiadi Danang.
Saat mengetahui rencana diskusi, Danang melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Danang menyatakan pihak rektor dan dekan juga meminta agar diskusi dibatalkan. Sebab, diskusi tidak melalui prosedur perizinan di dekanat.
Untuk memastikan diskusi tidak digelar, beberapa pengurus Jamaah Anshorus Syariah Semarang mendatangi kampus Fakultas Hukum Undip. Ternyata, kata Danang, acara diskusi benar-benar tidak dilaksanakan. "Jika diskusi LGBT tetap digelar, kami akan menyampaikan dakwah aturan larangan Islam tentang LGBT," ucap Danang. "Tapi, kok, acaranya sudah bubar, ya, tidak jadi."
Jamaah Anshorus Syariah Semarang menyatakan larangan diskusi soal LGBT yang digelar LPM Gema Keadilan merupakan harga mati. Sebab, kata Danang, diskusi itu sudah mengundang narasumber pelaku gay. Apalagi acara digelar secara terbuka. "Silakan diskusi wacana LGBT, tapi jangan terbuka," kata Danang.
ROFIUDDIN